PT Chery Sales Indonesia (CSI) menyatakan bahwa mobil listrik yang dipasarkan di Indonesia masih menggunaan baterai lithium iron phosphate atau LFP. Namun mereka berencana untuk menggunakan baterai nikel di masa yang akan datang.
“Untuk memperdalam lokalisasi Chery, kami berkomitmen untuk membawa lebih banyak peluang dan pengembangan ke negara ini, kami akan mempertimbangkan untuk menggunakan baterai berbasis nikel di jajaran produk kami berikutnya, itu lah rencana kami,” ujar Assistant President Director PT CSI Zeng Shuo, pada peluncuran Omoda E5, di Jakarta, Senin (5/2) malam.
Pernyataan tersebut untuk mengkonfirmasi pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang mengatakan Chery Omoda E5 menggunakan baterai berbasis nikel saat meluncurkan mobil listrik tersebut.
Pihak Chery pun meluruskan bahwa Omoda E5 saat ini menggunakan baterai dari bahan dasar litium, atau Lithium Ferro Phosphate (LFP), dan bukan berbasis nikel.
Executive Vice President PT CSI, Qu Jizong mengungkap bahwa pemerintah mengharuskan perusahaan untuk menggunakan baterai berbasis nikel, sebagai salah satu syarat mendapatkan insentif mobil listrik dari pemerintah.
“Jadi sebenarnya kami sudah memiliki rencana, untuk berikutnya, kami akan menggunakan sumber daya lokal untuk mencoba membantu pembangunan lokal, itu lah yang dibutuhkan oleh pemerintah. Jadi saat ini, baterai yang kami gunakan adalah FLP, kami sedang menyesuaikannya (beralih ke nikel) secara bertahap,” kata Qu Jizong.
Saat ini, Omoda E5 telah memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebesar 40 persen, dirakit dan diproduksi secara lokal (Completely Knocked Down/CKD) di pabrik milik PT Handal Indonesia Motor (HIM), Bekasi, Jawa Barat.
PT CSI berkomitmen untuk segera meningkatkan TKDN hingga 60 persen. Oleh sebab itu, mereka gunakan pasokan baterai lokal untuk memperbesar lokalisasi produk.
Diketahui, Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia. Menurut laporan Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), produksi nikel di dunia diperkirakan mencapai 3,3 juta metrik ton pada 2022.
Sementara total produksi nikel Indonesia diperkirakan mencapai 1,6 juta metrik ton atau menyumbang 48,48 persen dari total produksi nikel dunia sepanjang tahun lalu.