Direktur Jendral Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Laksmi Dhewanthi, mengatakan pemerintah Indonesia menambahkan beberapa informasi baru dalam dokumen kontribusi nasional penurunan emisi kedua (Second Nationally Determined Contribution atau SNDC). Salah satunya menambahkan sekor kelautan dalam perhitungan karbon.
Laksmi mengatakan, Pemerintah Indonesia memasukan ekonomi biru atau sektor kelautan dalam dokumen SNDC yang akan diserahkan paling lambat pada Februari 2025. Sebelumnya, hanya terdapat lima sektor yang masuk dalam perhitungan karbon NDC yaitu energi, limbah, industrial processes and production use (IPPU), pertanian, dan kehutanan.
"Kita juga akan menambah satu subsektor, yaitu hulu migas, sebelumnya belum masuk," ujar Laksmi dalam acara Katadata Sustanability Action For The Future Economy (SAFE) 2024, Rabu (7/8).
Selain itu, Laksmi mengatakan, Indonesia juga menambah satu jenis GRK baru yang masuk dalam perhitungan gas rumah kaca seperti diatur oleh United Nations Framework Convention on Budget. Jenis GRK tersebut adalah hidrofluorokarbon.
Sebelumnya, Laksmi mengatakan, NDC hanya menghitung jenis gas rumah kaca karbondioksida (CO2), metana (CH4), dan dinitrogen monoksida (N20). Hidrofluorokarbon atau HFC merupakan salah satu bahan perusak ozon yang juga merupakan gas rumah kaca. Untuk itu, Indonesia memiliki target untuk mengurangi konsumsi HFC sampai beberapa tahun kedepan.
Menurut Laksmi, Indonesia dan semua negara yang menandatangani Perjanjian Paris tentang perubahan iklim perlu menyampaikan second NDC. Dokumen tersebut harus diperbaiki setiap 5 tahun, dengan catatan tidak boleh ada penurunan komitmen.
Dia mengatakan, Indonesia sudah menyampaikan empat dokumen NDC pada 2015 sebanyak dua kali, 2021, dan 2022. Pada 2022m, Indonesia sudah menaikkan target pengurangan emisi karbon dari 29% menjadi 31,89% tanpa syarat (dengan usaha sendiri), atau dari 41% dinaikan 53,2% bersyarat (dengan dukungan internasional).
Sementara itu, Head of Environment Unit United Nations Development Programme Indonesia, Aretha Aprilia, mengatakan masuknya perhitungan karbon sektor kelautan dalam SNDC Indonesia merupakan hal yang sangat penting dalam menekan emisi karbon. Pasalnya, berdasarkan hasil studi di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa hutan mangrove mampu menjaga emisi karbon hingga 4 juta ton.
Menurutnya, ini menjadi kesempatan untuk Indonesia bagaimana bisa meningkatkan kualitas pekerja lokal dalam mengelola potensi blue ekonomi.
"Terkait dengan ekonomi biru akan ada potensi terkait perhitungan emisi yang akan menjadi persembahan indonesia untuk berkontrobusi lebih," ungkapnya.