Jakarta Masuk Lima Besar Kota dengan Kualitas Udara Terburuk Selama Tiga Pekan
Jakarta kembali masuk kedalam jajaran lima besar kota dengan kualitas udara terburuk di dunia pada Rabu pagi (28/8). Berdasarkan data yang dihimpun situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 09.26 WIB, Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta berada di peringkat kelima dengan poin sebesar 149 atau berada dalam kategori tidak sehat untuk kelompok sensitif
Kategori tersebut menunjukan bahwa tingkat kualitas udaranya tidak sehat bagi kelompok sensitif karena dapat merugikan manusia, kelompok hewan yang sensitif, atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan maupun nilai estetika.
Selain Jakarta, terdapat satu kota di Indonesia yang masuk dalam 40 besar kota dengan kualitas udara terburuk di dunia yaitu Batam. Kota tersebut menempati posisi ke 35 dengan Indeks AQI sebesar 63 atau berada pada kategori sedang.
Adapun kategori sedang, yakni kualitas udaranya tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berdampak pada tumbuhan yang sensitif dan nilai estetika dengan rentang PM2,5 sebesar 51-100.
Sementara kota dengan kualitas udara terburuk di dunia posisi pertama ditempati oleh Dubai di Uni Emirat Arab dengan AQI poin sebesar 197, kedua Doha di Qatar dengan AQI poin sebesar 181, ketiga Kinshasa di Kongo dengan AQI poin sebesar 176, dan posisi keempat Kampala di Uganda dengan AQI poin sebesar 159.
Keempat negara yang menduduki peringkat satu sampai dengan empat tersebut masuk ke dalam kategori tidak sehat. Kategori tersebut menunjukkan bahwa kualitas udara di wilayah tersebut tidak sehat bagi manusia untuk beraktivitas di luar ruangan.
Pemerintah Pasang Sensor di Pabrik
Pemerintah berencana memasang sensor di pabrik-pabrik sekitar Jakarta untuk mendeteksi jenis gas yang dilepaskan. Upaya ini dilakukan untuk menekan polusi udara.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menjelaskan pemasangan sensor pentung untuk mendeteksi gas yang dikeluarkan dari pabrik-pabrik, seperti dioksin atau zat berbahaya lainnya. Gas buangan pabrik harus dipantau secara ketat, karena dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
Luhut mengatakan, pemasangan sensor di pabrik ini krusial karena kualitas udara di Jakarta yang belakangan berbahaya karena berada di indeks antara 170 hingga 200. Selain rencana pemasangan sensor untuk mendeteksi jenis gas dari pabrik-pabrik, pemerintah juga mendorong percepatan implementasi penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) dan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) rendah sulfur.
Luhut menambahkan, polusi udara telah menimbulkan dampak kesehatan yang serius. Pemerintah harus mengeluarkan dana sebesar Rp 38 triliun setiap tahunnya untuk biaya pengobatan masyarakat akibat polusi udara.
"Karena akibat (indeks kualitas) udara yang 170-200 indeks ini, itu banyak yang sakit ISPA. Kalian itu kena, saya juga kena. Jadi ini beban kita rame-rame," ujarnya dikutip dari Antara, Rau (14/8).