Sejumlah lembaga melaksanakan monitoring kesehatan terumbu karang atau Reef Health Monitoring (RHM) di Bentang Laut Kepala Burung, Papua. Mereka perlu memastikan kesehatan terumbu karang secara berkala untuk menjaga ekosistem yang menjadi rumah bagi lebih dari 1.700 spesies ikan di dunia serta habitat lebih dari 75% jenis karang lunak dan keras di dunia.
Adapun lembaga yang ikut terlibat dalam pelaksanaan RHM terdiri atas Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan (P2KP) Provinsi Papua Barat Daya, Universitas Papua (UNIPA), Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).
Kepala Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan, Provinsi Papua Barat Daya, Absalom Solossa, mengatakan kawasan Bentang Laut Kepala Burung terletak di jantung segitiga karang, pusat keanekaragaman hayati laut dunia. Solossa mengatakan, tingginya keanekaragaman hayati kawasan Bentang Laut Kepala Burung menjadikan wilayah ini prioritas upaya konservasi perairan, baik bagi Indonesia maupun dunia.
"Untuk upaya pengelolaan berkelanjutan, monitoring kesehatan terumbu karang yang dilakukan secara berkala ini menjadi kegiatan yang sangat penting,” ujar Solossa dalam keterangan tertulis, Jumat (18/10).
Pemantauan kesehatan terumbu karang ini dilaksanakan di Kawasan Konservasi di Perairan Misool Bagian Utara, Kabupaten Raja Ampat, calon kawasan konservasi di Perairan Maksegara, Kabupaten Sorong, perairan wilayah kelola MHA Moi Malaumkarta Raya, Kabupaten Sorong, serta perairan wilayah kelola MHA Werur Suku Byak Karon, Kabupaten Tambrauw.
Untuk Kawasan Konservasi Misool Utara, pengamatan dilaksanakan pada 28 titik. Di Maksegara, lembaga-lembaga tersebut mengamati sembilan titik, sedangkan di Werur dilakukan pengamatan pada tujuh titik.
Profesor Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Universitas Papua, Roni Bawole, mengatakan kegiatan ini menjadi salah satu upaya dalam menyediakan informasi untuk menilai efektivitas pengelolaan kawasan konservasi perairan. Melalui pemantauan ini, para peneliti melihat kondisi terkini ekosistem terumbu karang, biomassa ikan, organisme yang hidup di dasar perairan, dan mengukur kondisi kesehatan perairan.
“Kondisi kesehatan karang yang meliputi tutupan karang dan biomassa ikan merupakan komponen penting untuk mengukur kualitas ekosistem karang dan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi. Data terkini dan tren kondisi terumbu karang merupakan salah satu ukuran keberhasilan dalam menerapkan sistem zonasi, dan digunakan untuk adaptasi terhadap rencana pengelolaan yang sedang dilakukan,” ujar Roni.
Data Hasil Monitoring Jadi Bahan Rekomendasi Penetapan Kawasan Konservasi Perairan
Manajer Senior Bentang Laut Kepala Burung YKAN, Awaludinnoer, mengatakan metode pengambilan data pada kegiatan ini mengacu pada Protokol Pemantauan Terumbu Karang untuk Menilai Efektivitas Kawasan Konservasi Perairan.
“Salah satu metode pengambilan sampel untuk penilaian kesehatan terumbu karang adalah metode Transek Foto Bawah Air atau Underwater Photo Transect (UPT). Metode UPT merupakan metode yang memanfaatkan perkembangan teknologi, baik teknologi kamera digital maupun teknologi peranti lunak komputer,” ujar Awaludinnoer.
Tim monitoring akan mengambil data di lapangan berupa foto-foto bawah air, dan hasil foto tersebut akan dianalisis menggunakan peranti lunak komputer untuk mendapatkan data-data kuantitatif.
Data hasil monitoring ini digunakan sebagai rekomendasi percepatan penetapan kawasan konservasi perairan Maksegara, yang meliputi perairan di Distrik Makbon, Selemkai, Mega, dan Moraid yang berada di pesisir utara Kabupaten Sorong dan Kabupaten Tambrauw.
"Calon kawasan konservasi perairan Maksegara merupakan kawasan yang diinisiasi oleh Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Sorong pada 2019, yang luasnya mencapai 135.300 hektare,” ujarnya.