Edisi Khusus | Masyarakat Adat

DPR Didesak Sahkan RUU Masyarakat Adat, 14 Tahun Terkatung-katung

ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/tom.
Masyarakat adat Tanah Ulayat dari Papua menampilkan tarian saat pembukaan Pameran Kebudayaan Masyarkat Tanah Ulayat di Trans Hotel, Bandung, Jawa Barat, Rabu (4/9/2024). Pameran yang digelar oleh Kementerian ATR/BPN tersebut diikuti berbagai masyarakat adat tanah ulayat yang ada di Indonesia serta ditujukan untuk memperkenalkan keanekaragaman budaya kepada masyarakat luas.
22/11/2024, 15.42 WIB

Dewan Perwakilan Rakyat diminta untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat yang masuk dalam  Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. RUU Masyarakat Adat sudah terkatung-katung selama 14 tahun.

Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), Kasmita Widodo, mengatakan masuknya RUU tersebut ke dalam Prolegnas semestinya menjadi momen penting bagi DPR untuk menunjukkan keberpihakan nyata terhadap Masyarakat Adat.

Ia menilai prolegnas yang diusulkan DPR dan DPD RI menjadi awal dari komitmen konkret untuk segera mengesahkan RUU yang sangat dinanti oleh jutaan Masyarakat Adat di seluruh penjuru negeri.

"Kami berharap delapan Fraksi Partai Politik di DPR RI segera membahasanya pada 2025," ujar Kasmita dalam keterangan tertulis, Jumat (22/11).

Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi, mengatakan pengesahan RUU Masyarakat Adat bukan sekedar tugas legislasi, melainkan komitmen moral sekaligus kewajiban negara menghentikan segala bentuk ketidakadilan yang dialami masyarakat adat selama puluhan tahun.

Rukka menilai masyarakat adat sebagai penjaga keanekaragaman terbaik dalam konteks kriminalisasi, konflik lahan, krisis iklim dan perlindungan.

"DPR RI harus segera membuktikan keberpihakannya melalui langkah nyata demi keadilan, hak asasi manusia dan keberlanjutan hidup Masyarakat Adat di Indonesia,” ujar Rukka.

Ketua Badan Pelaksana Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), Syamsul Alam Agus, mengatakan tidak adanya undang-undang (UU) yang melindungi masyarakat adat, membuat kriminalisasi semakin masif. Banyak kasus penangkapan masyarakat adat karena mereka berusaha mempertahankan tanah ulayat atau menjalankan hukum adat.

Di sisi lain, tanah ulayat juga terampas oleh proyek-proyek besar tanpa persetujuan atau konsultasi yang layak. Perampasan itu mengabaikan prinsip hak asasi manusia dan hak-hak masyarakat adat sehingga meningkatkan kriminalisasi kelompok tersebut.

Reporter: Djati Waluyo