BMKG Prediksi Puncak Kemarau Juni-Agustus, Waspada Kekeringan hingga Kebakaran
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi periode puncak musim kemarau di Indonesia tahun ini akan terjadi pada Juni, Juli, dan Agustus 2025. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati meminta masyarakat mewaspadai kekeringan hingga kebakaran hutan.
“Puncak musim kemarau 2025 di sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi terjadi pada Juni, pada Juli dan pada Agustus 2025,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Senin (17/3).
Dwikorita mengatakan, beberapa wilayah akan mengalami awal musim kemarau yang diprediksi sama dengan waktu normal. Adapun beberapa wilayah tersebut terdiri dari Sumatera, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo dan Sulawesi Utara, sebagian Maluku serta sebagian Maluku Utara.
Sedangkan wilayah yang diprediksi akan mengalami awal musim kemarau yang mundur atau datang lebih lambat dibandingkan dengan normalnya, adalah Kalimantan bagian Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, di Sulawesi, sebagian Maluku utara dan Merauke.
Dwikorita mengatakan, sebanyak 60% atau 416 zona musim akan mengalami kemarau yang normal dibandingkan terhadap rerata klimatologinya. Sebanyak 185 zona musim atau sebesar 26% diprediksi mengalami musim kemarau dengan sifat atas normal, dan 98 zona musim atau 14% diprediksi mengalami musim kemarau dengan sifat bawah normal.
Adapun wilayah yang diprediksi mengalami sifat musim kemarau normal meliputi sebagian besar Sumatera, Jawa bagian Timur, Kalimantan, sebagian besar Sulawesi, Maluku, dan sebagian besar Pulau Papua.
Dwikorita menjelaskan wilayah yang diprediksi mengalami sifat musim kemarau di atas normal meliputi sebagian kecil Aceh, sebagian besar Lampung, Jawa bagian barat dan Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengga Timur, sebagian kecil Sulawesi, dan Papua bagian Tengah.
Sedangkan wilayah dengan sifat musim kemarau di bawah normal atau lebih kering dari klimatologisnya meliputi wilayah Sumatera bagian utara, sebagian kecil Kalimantan Barat, Sulawesi bagian tengah, Maluku Utara, dan Papua bagian selatan.
Waspada Kekeringan hingga Kebakaran Hutan
Dwikorita mengimbau di sektor pertanian, dapat, menyesuaikan jadwal tanam di wilayah-wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau lebih awal maupun lebih lambat. Petani juga diimbau memilih varietas tahan kekeringan, serta mengoptimalkan pengelolaan air di daerah dengan musim kemarau lebih kering dari normal.
Sementara itu, wilayah yang berpotensi mengalami musim kemarau lebih basah dapat memanfaatkannya dengan memperluas lahan sawah untuk meningkatkan produksi pertanian. Untuk sektor kebencanaan dapat meningkatkan kesiapsiagaan terhadap kebakaran hutan dan lahan (karhutla), terutama di wilayah rawan yang diprediksi mengalami musim kemarau dengan curah hujan normal atau bawah normal.
Sektor lingkungan dapat mewaspadai memburuknya kualitas udara di kota-kota besar dan wilayah rawan karhutla, serta potensi gangguan kenyamanan akibat suhu udara panas dan lembap selama musim kemarau.
“Di sektor Energi dapat menghemat dan mengelola pasokan air secara efisien untuk menjaga keberlanjutan operasi PLTA, irigasi, dan pemenuhan kebutuhan air baku, terutama di wilayah dengan musim kemarau Bawah Normal atau lebih panjang dari normal,” ucapnya.
Sementara itu, di Sektor Sumber Daya Air bisa mengoptimalkan sumber air alternatif dan memastikan distribusi air yang efisien guna menjaga ketersediaan air bagi masyarakat selama musim kemarau.
“BMKG menghimbau agar informasi dalam Prediksi Musim Kemarau 2025 ini dapat dijadikan dasar dalam mendukung program asta cita melalui optimalisasi kondisi iklim sesuai dengan sumber daya di wilayah masing-masing,” ungkapnya.