Unilever Indonesia menilai masyarakat sebenarnya memiliki keinginan kuat untuk mengadopsi gaya hidup ramah lingkungan, termasuk menggunakan produk berkelanjutan. Namun, faktor harga masih menjadi tantangan utama dalam mewujudkan perubahan tersebut.
Head of Division Environment & Sustainability Unilever Indonesia Foundation, Maya Tamimi mengungkapkan berdasarkan berbagai survei yang sudah dilakukan, konsumen menunjukkan ketertarikan terhadap produk yang ramah lingkungan. Namun, ketika berada di toko, keputusan pembelian seringkali kembali pada faktor harga dan fungsi produk.
“Ketika sudah di depan rak, di depan toko, pilihan akhirnya bukan lagi apakah kemasan itu daur ulang atau tidak, tapi lebih ke wangi dan fungsionalitasnya. Jadi walaupun keinginan untuk hidup lebih baik itu ada, tapi soal harga sudah gak ada kompromi,” ujar Maya dalam acara Katadata SAFE 2025, Kamis (11/9).
Ia menambahkan, kondisi ini menjadi tantangan bagi Unilever. Maya mengatakan pihaknya padahal memiliki komitmen terhadap empat pilar keberlanjutan, yaitu iklim, alam, plastik, dan livelihood.
“Itulah tantangan buat kita, karena kita punya komitmen ya. Tadi juga dibilang bahwa kami punya sustainability goals yang kita tidak bisa tawar,” tegasnya.
Untuk itu Maya menekankan, perubahan gaya hidup berkelanjutan tidak bisa dilakukan oleh perusahaan saja, melainkan harus menjadi gerakan bersama dengan dukungan edukasi yang lebih luas.
“Jadi kalau misalkan ini tidak dikejarkan beramai-ramai, dan juga tidak ada edukasi yang cukup kepada masyarakat, mungkin tidak akan berubah. Jadi kuncinya di edukasi,” imbuhnya.