Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan melelang lima Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) tahun 2019. Total kapasitasnya 784 Megawatt (MW).
Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal EBTKE Ida Nuryatin Finahari mengatakan wilayah kerja tersebut yakni Laniea di Sulawesi dengan kapasitas 66 MW. Lalu, Sembulan di Nusa Tenggara Timur 100 MW. Telaga Ranu di Maluku Utara 85 MW. Kemudian, Kotamobagu di Sulawesi Utara kapasitasnya 410 MW dan Bora di Palu Sulawesi Tengah dengan kapasitas 123 MW.
Sebelum lelang, Kementerian ESDM meminta PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) menyusun perjanjian pra transaksi (Pre Transaction Agreement/PTA). Ini karena PLN akan menjadi pihak yang membeli listrik yang diproduksi produsen listrik swasta.
Perjanjian itu berisi tentang skala tarif listrik, termasuk skema. Skema traif listrik ini nantinya menggunakan sliding scale. Artinya, harga bersifat dinamis mengikuti jumlah produksi.
PTA ini akan menjadi syarat lelang suatu wilayah kerja panas bumi. “Itu tugas PLN. PLN nanti menghitung sliding scale. PLN yang menentukan berapa sih kira kira harganya. Jadi misalnya 0-10 MW harganya sekian, lalu kalau produksi meningkat 10-20. Jarga berubah," kata Ida, di Jakarta, Jumat (26/10).
Draf sliding scale yang dibuat oleh PLN harus melalui persetujuan Kementerian ESDM. Setelah disetujui maka lelang dapat dilaksanakan.
Menurut Ida, prosesur itu mempersingkat waktu negosiasi tarif. Jadi, produsen listrik swasta (IPP) bisa langsung mempertimbangkan mengikuti lelang, dari PTA yang dibuat oleh PLN. “Kalau pengembangnya bilang murah sekali, ya sudah tidak perlu ikut lelang. Jadi udah dari awal udah ketahuan," kata Ida.
(Baca: Investasi Panas Bumi Berpotensi Meningkat Rp 6,2 Triliun)
Selama ini untuk menentukan tarif listrik, PLN dan IPP melakukan negosiasi sehingga memakan waktu. Selain itu, hasil eksplorasi sering tidak sesuai dengan asumsi. Jadi, PTA untuk memberikan kepastian kedapa PLN ataupun IPP.