Riset Traction Energy Asia menunjukkan bahwa potensi pemanfaatan minyak goreng bekas atau minyak jelantah (used cooking oil/UCO) mampu menghasilkan potensi penghematan anggaran pengadaan bahan bakar nabati (BBN) untuk biodiesel sebesar Rp 4 triliun.
Fariz Panghedar, Manager Riset Traction Energy Asia, menjelaskan angka ini didapat dari perhitungan alokasi biodiesel UCO sebesar 10% dari total alokasi pengadaan BBN tahun 2020 yang mencapai 9,5 juta kilo liter.
Lebih lanjut, kata Fariz, dari total BBN ditemukan potensi UCO dari rumah tangga dan unit bisnis skala mikro sebesar 1,2 juta kilo liter. Dari jumlah tersebut, diasumsikan bahwa 954.751 kilo liter digunakan sebagai feedstock komplementer biodiesel.
“Maka rata-rata pembayaran selisih kurang Harga Indeks Pasar (HIP) BBN dengan HIP Solar tahun 2020 sekitar Rp 4.064 per liter, maka jika dikalikan akan ada penghematan Rp 4 triliun rupiah apabila alokasi biodiesel UCO sebesar 10% dari total alokasi tersebut,” kata Fariz dalam Katadata IDE 2022, kamis (7/4).
Fariz menambahkan, total potensi UCO dari rumah tangga dan unit usaha mikro di kota-kota besar seperti Pulau Jawa dan Bali mencapai 207.170,65 KL per tahun. Sementara total potensi UCO dari rumah tangga dan unit usaha mikro di level nasional sebesar 1.243.307,7 KL per tahun.
“Total potensi ini hanya di rumah tangga dan unit usaha mikro, apabila diluaskan ke unit skala kecil, sedang dan menengah di sektor makanan, termasuk juga sektor hotel dan restoran serta kafe maka jumlahnya akan 3 juta kilo liter per tahun. Itu yang bisa dimanfaatkan sebagai BBN,” jelasnya.
Adapun pemanfaatan UCO sebagai bahan baku biodiesel dapat menurunkan timbulan emisi hingga 49 juta Kg CO2 dengan perhitungan 30% UCO + 0% FAME. Capaian ini didapatkan dari scenario pengadaan dua jenis biodiesel yang terdiri dari masing-masing B30 dengan CPO dan B30 dengan bahan baku UCO.
“Pemerintah dapat menunrunkan 2,4-24% dari total target penurunan emisi sektor energi jika penambahan feedstock UCO Biodiesel dilakukan sebanyak 10-100% dalam produksi B30,” kata Fariz.
Pemanfaatan biodiesel dari UCO ini dinilai menjadi solusi ganda. Selain menghasilkan emisi gas buang yang lebih rendah, juga menghindarkan kerusakan lingkungan dan kualitas air tanah dari pembungan minyak mentah ke selokan maupun saluran air.
Sementara itu, Direktorat Bionergi Kementerian ESDM, Edi Wibowo mengatakan biodiesel yang diproduksi dari minyak jelantah memiliki kualitas yang hampir sama dengan biodiesel.
Menurut catatan dari Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), ada dua perusahaan yang mengembangkan biodiesel berbasis minyak jelantah.
Satu diantaranya adalah PT Bali Hijau Biodiesel yang sebagian hasil produksinya digunakan untuk bahan bakar bus sekolah dan genset di beberapa hotel di Bali. Adapun kapasitas produksi sejumlah 360 liter per tahun. “Ini memang masih kecil mungkin karena keterbatasan bahan baku dan biaya produksi,” ujar Edi.
Selanjutnya ada PT Alpha Global Cinergy yang sejak tahun 2014 hingga 2018 mampu memproduksi biodiesel sebesar 2.765 KL. “Selain menjadi energi, UCO juga bisa diolah kembali menjadi oli dan sabun,” tukasnya.