Pengetahuan masyarakat mengenai energi terbarukan masih rendah. Hasil survei Katadata Insight Center menunjukkan, mayoritas responden belum memahami arti energi terbarukan. Mayoritas masyarakat juga salah menduga asal sumber daya listrik yang mereka gunakan sehari-hari berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
Berdasarkan Survei Persepsi Masyarakat Terhadap Energi Terbarukan dilakukan Katadata Insight Center secara online terhadap 4821 responden, hanya 38,6% yang mengaku pernah mendengar ihwal energi terbarukan dan memahami artinya. Sementara itu, 34,1% lainnya mengaku pernah mendengar tetapi kurang/tidak memahami artinya, sedangkan sisanya, tidak tahu sama sekali.
Survei ini juga menemukan mayoritas responden mengaku mengetahui sumber energi listrik yang digunakan. Namun, pengetahuan yang mereka miliki tidak sesuai dengan fakta yang ada.
Survei yang dilakukan pada 26 Februari – 6 Maret 2022 ini menunjukkan, paling banyak atau 50,3% responden menyangka listrik yang mereka gunakan bersumber dari Pembangkit Listrik Tenaga Air. Padahal, berdasarkan data Direktorat Jendral Ketenagalistrikan, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) masih menjadi kontributor pembangkit terbesar dengan 36,98 GW atau 50% dari total pembangkitan listrik. Pembangkit listrik tenaga air, minihidro, dan mikrohidro (PLTA/M/MH) hanya menghasilkan 6,41 GW (9%).
Manajer Riset Katadata Insight Center Vivi Zabkie mengatakan, hanya 20,8% responden yang menyebut pembangkit tenaga uap (yang menggunakan batubara) sebagai sumber listrik yang mereka gunakan, diikuti pembangkit tenaga diesel (14,4%) dan sebagainya.
Survei ini menggali pengetahuan masyarakat tentang energi terbarukan serta transisi energi untuk menyambut Hari Bumi yang jatuh pada hari Kamis ini (22/04/22). Survei online ini juga meminta pendapat masyarakat tentang upaya pemerintah dalam melakukan transisi energi.
Berdasarkan survei, pemerintah dinilai belum menempatkan isu ini sebagai prioritas. Adapun, hal yang dianggap menjadi tantangan pengembangan energi terbarukan bagi Indonesia adalah belum adanya teknologi pengembangan dan pemanfaatannya di Indonesia, serta masih minimnya pemahaman akan pentingnya energi terbarukan.
Meski pengetahuan tentang energi terbarukan belum merata, keinginan masyarakat untuk beralih ke energi terbarukan yang terekam oleh survei cukup baik. Peneliti Katadata Insight Center, Wayan Aristana mengatakan, umumnya publik memahami dan yakin bahwa sumber energi terbarukan baik bagi lingkungan dan dapat memenuhi kebutuhan. Mereka bahkan bersedia mengganti peralatan agar sesuai dengan penggunaan energi terbarukan.
“Namun, secara umum responden memiliki tingkat kesediaan yang relatif lebih rendah jika sumber energi terbarukan ini sulit diperoleh dan harganya lebih mahal,” ujar Wayan.
Sebanyak 64,8% responden menyebut ketersediaan/kemudahan untuk diperoleh menjadi pertimbangan pertama dalam penggunaan energi, diikuti harga (60,8%), kesesuaian dengan alat yang dimiliki (45,2%) dan kepraktisan penggunaan (36,1%). Sementara dampak terhadap lingkungan hanya menjadi pertimbangan bagi 29,1% responden.
“Faktor utama sebetulnya ketersediaan. Jika mereka belum menggunakan, ya karena belum tersedia di lingkungannya,” ujar Vivi, Kamis (22/0422). Karena itu, dia mengatakan, bila proses transisi berjalan, publik dapat menerimanya peralihan ini. Meskipun, harga juga menjadi pertimbangan. “Sebanyak 55,4% berpendapat produk ramah lingkungan semestinya tak harus mahal,” kata Vivi.
Kendaraan Listrik Populer
Dari sejumlah peralatan modern yang muncul dengan penggunaan sumber energi nonfosil, kendaraan listrik seperti motor dan mobil listrik paling popular. Sebanyak 70% responden pernah mendengar dan mengetahui adanya motor/mobil listrik, meski yang menggunakan atau pernah mencoba menggunakan hanya 22, 1%. Sepeda listrik juga cukup populer, dengan 54,1% pernah mendengar dan mengetahuinya, diikuti kompor listrik (52,3%), pemanas air tenaga surya (38,6%) dan kompor biogas (33,5%).
“Jika ditanya tentang keinginan penggunaan peralatan di atas, paling banyak responden menyebut ingin mencoba menggunakan kompor listrik, diikuti pemanas air tenaga surya, sepeda listrik, diikuti mobil/motor listrik dan kompor biogas,” kata Wayan.
Meski minat dan popularitas pada peralatan yang menggunakan listrik cukup baik, umumnya masyarakat masih menyimpan sejumlah kekhawatiran bila beralih menggunakan peralatan ini. Sebanyak 73,8% responden kuatir harga motor/mobil listrik akan mahal, 59,4% khawatir dayanya cepat habis, 59,3% khawatir tidak menemukan fasilitas pendukung, seperti tempat mengisi daya baterai/charging station).
Sementara pada kompor listrik, 34,4% responden khwatir harganya akan tinggi, tidak tahan lama (24,6%) dan daya cepat habis (21,9%).