Pembangkit Listrik EBT Ditambah, PLN Butuh Investasi Grid Rp 480 T

ANTARA FOTO/Jojon/nym.
Dua petugas berbincang di tangga pantau Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Balambano di Desa Wasuponda, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Sabtu (29/7/2023).
Penulis: Nadya Zahira
29/9/2023, 18.59 WIB

PT PLN akan menambah kapasitas pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) sebesar 62 Gigawatt (GW) hingga 2040. Penambahan pembangkit listrik itu harus diiringi dengan pembangunan jaringan listrik (grid) sepanjang 23,65 km dengan nilai investasi US$ 31 miliar atau sekitar Rp 480,8 triliun.

EVP of Energy Transition and Sustainability PLN Kamia Handayani mengatakan perhitungan tersebut berasal dari studi yang dilakukan PLN melalui skenario accelerated renewable energy with coal phase down (ACCEL) sepanjang ruas Kalimantan, Sulawesi, Sumatra, Nusa Tenggara untuk evakuasi ke Jawa, sebagai pusat permintaan listrik. 

Kamia mengatakan, untuk kebutuhan investasi grid tersebut diprediksi bisa mencapai sekitar US$ 31 miliar atau setara dengan 480,8 triliun, “Jadi untuk bisa mencapai 62 GW dari pembangkit EBT, pembangunan grid-nya itu memang harus jadi syarat utama,” ujar Kamia Handayani saat dihubungi Katadata.co.id, Jumat (29/9). 

Dia menyebutkan, untuk bisa menambah porsi EBT 62 GW pada pembangkit listrik tersebut, rencananya akan berasal dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dengan kapasitas mencapai 34 GW. 

Sisanya, yang sebesar 28 GW akan dipenuhi melalui pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB). Sedangkan untuk kapasitas terpasang energi baru terbarukan (EBT) hingga paruh pertama 2023 mencapai 12,7 GW atau sekitar 15% dari total pembangkit saat ini. 

PLTA Masih Mendominasi Porsi EBT

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan PLTA masih mendominasi porsi EBT yang mencapai 6,7 GW. Kemudian diikuti oleh pembangkit biomassa sebesar 3,8 GW, pembangkit panas bumi (2,3 GW), PLTS (322 MW), pembangkit tenaga angin (154 MW), dan pembangkit gasifikasi batu bara sebesar 30 MW.  "Saat ini kapasitas pembangkit EBT sebesar 12,7 GW atau 15% dari total pembangkit sebesar 84,8 GW," ujar Dadan.

Selain untuk pembangkit, penggunaan EBT juga dioptimalkan melalui biodiesel campuran 35% (B35). Sejak awal tahun ini, Dadan menyebut pemanfaatan B35 sudah mencapai 5,67 juta kiloliter. Selain itu, biomassa juga dipakai untuk program co-firing PLTU yang ditargetkan beroperasi di 52 lokasi pada 2025. 

“Saat ini telah diimplementasikan di 37 lokasi. Pemanfaatan biomassa telah mencapai 306 ribu ton dari target 1,08 juta ton tahun 2023," ujarnya. 

Sementara itu, dalam RUPTL PT PLN (Persero) 2021-2030, total pembangkit EBT yang akan dibangun sebesar 20,9 GW. Hingga saat ini, jumlah PLT EBT yang telah beroperasi sebesar 737 MW (3,5%), memasuki tahap konstruksi sebesar 5,2 GW (25,1%), dan tahap pengadaan sebesar 976 MW (4,7%). Kemudian, tahap rencana pengadaan sebesar 1,23 GW (5,9%), tahap perencanaan 12,6 GW (60,5%), dan proyek yang tidak dilanjutkan dan terminasi sebesar 64 MW (0,3%).

Dadan menyebut, Kementerian ESDM juga tengah menyiapkan regulasi Rancangan Peraturan Menteri tentang pemanfaatan biomassa untuk campuran bahan bakar PLTU. Selain itu, kementerian juga merevisi Permen ESDM no.26/2021 tentang PLTS Atap yang saat ini dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. 

Dia mengatakan, Indonesia memiliki potensi EBT mencapai 3.687 GW. Ini terdiri dari potensi surya sebesar 3.294 GW, potensi hidro 95 GW, potensi bioenergi 57 GW, potensi bayu 155 GW, potensi panas bumi 23 GW, potensi laut 63 GW. Selain itu, terdapat potensi uranium 89.483 ton dan thorium 143.234 ton. 

Reporter: Nadya Zahira