Jelang COP28, Para Negara Didesak Sepakat Lipatgandakan EBT pada 2030

ANTARA FOTO/Rifqi Raihan Firdaus/Spt.
Dua anak bermain di halaman rumah mereka kawasan pesisir pantai Kampung Beting, Muaragembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (28/10/2023). Bappenas mengungkapkan perubahan iklim yang mengakibatkan kenaikan permukaan air laut antara 0,8 hingga 1,2 cm per tahun yang terus terjadi di wilayah Indonesia akan mengancam lingkungan hidup 160 juta jiwa masyarakat pesisir.
31/10/2023, 10.29 WIB

Pemerintah negara-negara di dunia didesak untuk melipatgandakan kapasitas energi terbarukan pada 2030. Ini merupakan bagian dari upaya menghentikan pemanasan global yang melebihi 1,5 derajat Celcius.

Hal itu disampaikan Presiden COP28 Uni Emirat Arab, Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) dan Aliansi Energi Terbarukan Global dalam laporan bersama.

"Kapasitas energi terbarukan perlu mencapai lebih dari 11.000 GW pada 2030," kata laporan tersebut yang disampaikan Senin (30/10) seperti dikutip dari Reuters.

Negara-negara berharap untuk mencapai kesepakatan mengenai peningkatan kapasitas energi terbarukan pada putaran terakhir perundingan iklim global yang akan dimulai di Dubai pada akhir November. Perundingan akan fokus pada kesenjangan dalam implementasi Perjanjian Paris tahun 2015 yang menetapkan kenaikan suhu maksimal 1,5°C.

Sebagian besar negara-negara maju sudah mendukung tujuan tersebut. Negara-negara Kelompok 20, termasuk Tiongkok, Amerika Serikat, dan India, pada bulan September sepakat untuk mengupayakan peningkatan tiga kali lipat kapasitas energi terbarukan global pada tahun 2030.

Para ilmuwan mengatakan bumi akan melewati ambang batas 1,5°C dalam satu dekade mendatang tanpa tindakan cepat untuk mengurangi emisi CO2. Hal itu menimbulkan dampak perubahan iklim yang jauh lebih parah terhadap manusia, satwa liar, dan ekosistem.

Namun, mencapai kesepakatan di antara hampir 200 negara yang menghadiri pertemuan COP28 tidaklah mudah. Negara-negara Eropa dan negara-negara yang rentan terhadap perubahan iklim berpendapat bahwa menyetujui peningkatan energi bersih saja tidak cukup. Negara-negara tersebut harus setuju jluntuk menghentikan penggunaan energi yang menimbulkan polusi dan menyebabkan perubahan iklim.

Mereka mengatakan, kesepakatan energi terbarukan pada COP28 harus dibarengi dengan komitmen untuk menghapuskan bahan bakar fosil yang mengeluarkan karbon dioksida. Namun seruan itu mendapat penolakan dari Arab Saudi, Rusia, dan negara-negara lain yang bergantung pada bahan bakar fosil.

“Anda tidak bisa hanya mencapai tujuan energi terbarukan dan kemudian menyebut COP sukses,” kata kepala kebijakan iklim Uni Eropa Wopke Hoekstra dalam sebuah acara di Brussels pada Jumat (27/10).

Sultan al-Jaber dari UEA akan memandu perundingan COP28 . Plihan itu menuai kritik dari beberapa anggota parlemen AS dan UE serta para aktivis karena ia adalah bos raksasa minyak negara ADNOC, dan utusan iklim UEA.