PT Pertamina (Persero) melakukan uji coba penggunaan Bioetanol dengan kandungan murni 100% (E100) pada kendaraan Toyota di ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2024.
Senior Vice President Research & Technology Innovation PT Pertamina (Persero), Oki Muraza, mengatakan E100 yang di uji coba pada kendaraan Flex Fuel Vehicle (FFV) Toyota diproduksi dari tanaman sorgum. Untuk pelaksanaan test drive di GIIAS 2024, Pertamina memproduksi sebanyak 150 liter Bioetanol.
Adapun proses produksi bahan bakar nabati tersebut menggunakan peralatan distilasi dan dehidrasi yang terdapat di fasilitas Laboratorium Technology Innovation milik Pertamina.
“Nira sorgum didapatkan melalui kerjasama dengan universitas yang sudah melakukan uji penanaman di beberapa lahan. Setelah itu nira yang dihasilkan difermentasi menjadi bioetanol dan kemudian dimurnikan,” ujar Oki dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (26/7).
Oki mengatakan, Bioetanol yang diproduksi Pertamina telah diuji di kendaraan Toyota Fortuner Flex Fuel Vehicle (FFV) menunjukkan peningkatan performa dengan pembakaran yang lebih sempurna dan emisi yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar fosil pada umumnya
Menurut dia, perusahaan akan melakukan peningkatan produksi Bioetanol dari skala laboratorium ke skala yang lebih besar. Selain itu, Pertamina menjajaki kemitraan untuk mendapatkan ketersediaan suplai Sorgum dan bahan nabati lainnya.
“Dengan memproduksi Bioetanol dari sorgum tidak hanya menjadi sumber energi baru terbarukan untuk Indonesia, tetapi juga inovasi ini memproduksi bahan bakar tanpa berkompetisi dengan bahan pangan, dapat membuka lapangan pekerjaan dan usaha kecil menengah baru di sektor perkebunan Sorgum, pengolahan Nira, dan pengolahan Bioetanol,” ujarnya.
Potensi Bioetanol
Indonesia memiliki potensi bioetanol untuk dijadikan bahan baku pendamping atau pengganti bahan bakar minyak (BBM). Saat ini, sudah ada 13 produsen bioetanol yang tersebar di 11 wilayah di Indonesia.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Eniya Listiani Dewi, mengatakan 13 produsen tersebut menghasilkan bioetanol dengan kapasitas produksi sebesar 365 ribu kilo liter (kl) per tahun.
"Pada sekarang ini yang produksi bioetanol itu ada 13 produsen, di Medan, Lampung, Cirebon, Jogjakarta, Surakarta, Mojokerto, Jombang, Lamongan, Lumajang, Semarang, dan Bone," ujar Eniya saat dikonfirmasi Katadata, Senin (24/6).
Eniiya mengatakan, dari 13 produsen tersebut baru 4 produsen yang mempunyai sistem peningkatan persentase etanol untuk dijadikan bahan bakar kendaraan atau fuel grade dalam produksinya.
Sedangkan sembilan produsen lainnya baru mampu berada dalam posisi penyediaan etanol untuk bahan baku makanan dan obat.
Sebagaimana diketahui, untuk menjadikan bahan baku dasar seperti molase atau tetes tebu sebagai campuran bahan bakar kendaraan, dibutuhkan teknologi tertentu dengan tingkat pemurnian bahan dasar sampai dengan 99,8%
"Dari 13 tadi itu 4 perusahaan punya fasilitasnya ,tetapi hanya 2 perusahaan yang mampu memasok untuk fuel grade itu di volume 40 ribu kl per tahun yang bahan bakunya dari molase," ujarnya.
Eniya mengatakan, Kementerian ESDM mendorong terciptanya ekosistem bioetanol di Indonesia. Pada 2023, PT Pertamina (Persero) telah melakukan uji coba pencampuran etanol sebesar 5 persen pada bahan bakar dengan research octane number (ron) 92 dan 98 yang disebut dengan Pertamax Green 95.
Uji coba pertama dilakukan pada 12 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Surabaya dan 5 SPBU di Jakarta. Jumlah SPBU uji coba tersebut bertambah lagi di bulan mei 2024 yaitu 95 SPBU di Surabaya dan 75 SPBU di Jakarta. Hingga akhir 2024, ditargetkan ada 100 SPBU di jawa terutama untuk Jabodetabek yang menggunakan Pertamax Green 95.
"Targetnya sampai dengan desember itu adalah 500 liter per hari per spbu target penjualan pertamax green 95," ucapnya