Kementerian ESDM mengatakan akan mendorong pengembangan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) dalam draf rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2024-2033.
Hal ini lantaran listrik tenaga bayu memiliki capacity factor atau jumlah produksi listrik per tahun yang lebih besar dibandingkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
“Jadi artinya untuk mengatasi intermitensi tadi itu agak lebih ringan dibandingkan dengan matahari, tapi tetap intermitensi,” kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jisman Hutajulu saat ditemui di kantornya pada Rabu (31/7).
Dia menyebut dorongan pengembangan ini perlu dilakukan untuk menjaga keandalan listrik dalam negeri. Jisman juga membandingkan kinerja antara PLTB dan PLTS untuk menjelaskan bagaimana perbedaan produksi listrik keduanya.
“Kalau matahari hanya empat sampai lima jam. Kalau bayu kan ada di musim hujan dan kemarau. Kami sudah dapatkan datanya bahwa secara CF-nya bayu ini lebih baik dibandingkan solar,” ucapnya.
Jisman menyebut Indonesia memiliki dua lokasi potensi tenaga bayu yang sangat besar. “Temuan akhir-akhir ini ada di pesisir utara Pulau Jawa di ketinggian 150 meter. Kemudian juga ada potensi di kaki Pulau Sulawesi, keduanya besar sekali,” ujarnya.
Adapun Kementerian ESDM menargetkan RUPTL 2024-2033 dapat dirampungkan sebelum Oktober. “Itu sudah diingatkan oleh Pak Menteri ke saya sebelum Oktober, mudah-mudahan ya. Tapi ya, nanti kita lagi intensif ini dengan teman-teman PLN seperti apa ya. Kita berharap supaya bisa mendorong,” kata Jisman.
Menurut data Outlook Energi Indonesia 2022 yang dirilis Dewan Energi Nasional (DEN), Indonesia memiliki potensi energi angin atau bayu mencapai 154,9 gigawatt (GW).
Sementara itu, Kementerian ESDM menyebut Indonesia memiliki potensi energi angin yang sangat besar, seperti wilayah Sidrap dan Jeneponto di Sulawesi Selatan yang berpotensi menghasilkan energi listrik dari angin hingga lebih dari 200 megawatt (MW).
Selain Sidrap dan Jeneponto, wilayah lain juga memiliki potensi sumber energi angin yang cukup besar antara lain, Sukabumi (170 MW), Garut (150 MW), Lebak dan Pandeglang (masing-masing 150 MW) serta Lombok (100 MW).
Selain wilayah tersebut di atas, wilayah lain yang memiliki potensi energi angin dibawah 100 MW antara lain, Gunung Kidul (10 MW) dan Bantul (50 MW) di DIY Yogyakarta, Belitung Timur (10 MW), Tanah Laut (90 MW).
Kemudian Selayar (5 MW), Buton (15 MW), Kupang (20 MW), Timor Tengah Selatan (20 MW),dan Sumba Timur (3 MW) di Nusa Tenggara Timur serta Ambon (15 MW) Kei Kecil (5 MW) dan Saumlaki (5 MW) di Ambon.