PT PLN (Persero) membutuhkan dana hingga US$ 190 miliar atau setara dengan Rp 2.907 triliun untuk mengejar pembangunan pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) hingga 2040. Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, mengatakan dana tersebut dibutuhkan untuk mencapai pembangunan kapasitas pembangkit EBT sebesar 70 Gigawatt (GW) sesuai dengan strategi Accelerated Renewable Energy Development (ARED).
"Sekitar 70 gigawatt kapasitas tambahan dari hari ini hingga 2040 berasal dari energi terbarukan.Berapa biayanya? Lebih dari 190 miliar dolar AS," ujar Darmawan dalam peresmian Kantor Bersama PLN-IHA-INAHA, di Jakarta, Rabu (18/9).
Darmawan mengatakan, dana tersebut tidak akan mungkin ditanggung oleh PLN sendiri. Untuk itu, dibutuhkan kolaborasi berbagai pihak guna mencapai target tersebut.
Dia mengatakan, PLN perlu membangun jaringan transmisi sepanjang hampir dua kali lipat keliling bumi untuk dapat menyambungkan aliran listrik dari pembangkit ke pelanggan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia,
"Kita merancang dan membangun sirkuit jalur transmisi sepanjang 70.000 kilometer. Hadirin sekalian, jika Anda ingin mengelilingi bumi, jaraknya hanya 42.000 kilometer," ujarnya.
Untuk membangun transmisi tersebut, PLN membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan dana yang tidak sedikit yaitu sebanyak US$ 35 miliar atau Rp 537 triliun.
Supergrid Jadi Solusi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menilai Indonesia memiliki potensi besar untuk memimpin transisi energi global. Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Ida Nuryatin Finahari, mengatakan potensi itu dapat tercapai dengan pengembangan transisi super grid.
Super grid atau jaringan super adalah jaringan transmisi area luas yang umumnya lintas benua atau multinasional. Dengan adanya super grid, listrik yang dihasilkan oleh energi baru terbarukan dapat dikirim dari lokasi sumber yang umumya ada di luar Jawa, menuju pusat konsumsi di Jawa.
"Proyek interkoneksi Sumatra-Jawa, Kalimantan-Jawa dan Nusa Tenggara Bali bertujuan untuk mengevaluasi potensi energi terbarukan ke pusat beban, mendukung industri smelter, dan kawasan industri hidrogen hijau," ujar Ida pada Peluncuran Electricity Connect 2024 di Jakarta, Rabu (17/7).
Meski begitu, dia mengatakan, terdapat beberapa tantangan yang perlu dihadapi untuk menerapkan super grid. Tantangan tersebut adalah mengenai investasi yang besar, perencanaan matang, dan koordinasi antar pemangku kepentingan untuk mengatasi tantangan geografis dan juga teknologi yang ada.
Oleh sebab itu, peran serta investor, baik dari dalam maupun luar negeri, sangat diperlukan untuk membiayai infrastruktur super grid yang dibutuhkan.
"Pemerintah tentunya mengharapkan dukungan dari seluruh stakeholder, seluruh pihak untuk mendukung pengembangan transmisi dan super grid di Indonesia," ujarnya.