Rencana presiden terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto, memproduksi bahan bakar nabati (BBN) biodiesel 100 % atau B100 akan terhambat produktivitas sawit di Indonesia. Karena itu, perlu ada pertimbangan secara matang dan peta jalan atau roadmap yang jelas untuk mewujudkan target tersebut.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Abadi Poernomo, mengatakan saat ini sebagian tanaman sawit di Indonesia sudah memasuki usia 30 tahun atau memasuki fase yang kurang produktif. Sementara biodiesel menggunakan sawit sebagai bahan bakunya.
"Jika ingin mewujudkan B100 maka harus melihat produksi dari minyak sawit Indonesia," ujar Abadi saat ditemui di sela acara Katadata Forum bertajuk Indonesia Future Policy Dialogue , di Jakarta, Rabu (9/10).
Abadi mengatakan, pengembangan biodiesel juga harus disesuaikan dengan industri otomotif. Pasalnya, tidak semua mesin dapat bekerja dengan B100.
Selain itu, pengembangan biodiesel juga harus memperhatikan kebutuhan industri makanan dan minuman yang juga menggunakan hasil olahan kelapa sawit. Pengembangan biodiesel berpotensi bersinggungan dengan kebutuhan sawit untuk pangan.
Tidak Tercantum dalam RPP KEN
Abadi mengatakan, pemerintah belum memasukkan rencana produksi B100 dalam Revisi Peraturan Pemerintah Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN) yang saat ini tengah menunggu pengesahan dari Jokowi. Dalam RPP KEN tersebut, baru tercantum rencana pengembangan hingga B50.
"B60 juga belum kita rencanakan. Ya sampai dalam perencanaan RPP KEN masih maksimal B50 di 2060," ujarnya.
Meski begitu, ia tidak menutup kemungkinan B100 akan menjadi kenyataan. Namun, hal itu harus direncanakan dengan baik mulai dari penanaman kembali sawit yang sudah memasuki usia tidak produktif.
"Jadi bukan mustahil. Tapi ini mesti direncanakan dengan baik kapan replanting, kapan bisa masuk 100 persen dan sebagainya," ucapnya.
Petani Prediksi Biodiesel Akan Berhenti di B50
Sebelumnya, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) memprediksi pengembangan biodiesel di Indonesia akan berhenti di B50 atau campuran 50 persen minyak kelapa sawit. Hal itu disebabkan semakin menurunnya produksi sawit hingga regulasi yang tidak mendukung.
B50 adalah biodiesel yang mengandung fatty acid methyl ester atau FAME minyak kelapa sawit sebesar 50% dalam komposisi BBM solar.
Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat ME Manurung, menyambut baik program mandatori biodiesel 40 persen (B40) yang rencananya akan diterapkan tahun ini oleh pemerintah. Dia memprediksi ketersediaan CPO untuk B40 masih cukup.
Namun, Gulat mengatakan, produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia diprediksi akan habis untuk kebutuhan domestik jika pemerintah menaikkan mandatori biodiesel menjadi B50. Kebutuhan domestik tersebut diantaranya pangan, oleokimia, medis dan Biodiesel B50.
Berdasarkan data Apkasindo, produksi CPO Indonesia mencapai 48 juta ton pada 2023. “Kalau kita maju terus dari B40, kita akan stop pada B50. Karena CPO kita akan defisit 1,24 juta ton jika patokan kita ke volume CPO tujuan ekspor tahun 2023 lalu sebesar 2,04 juta ton," ujarnya dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (13/3).
Dengan demikian, Gulat mengatakan, Indonesia akan berhenti ekspor jika pemerintah menjalankan B50. Akibatnya, Indonesia akan berhenti mendapatkan devisa dari sawit. "Ini berbahaya. Kalau ini terjadi, sudah kami diskusikan dengan berbagai pakar dan kita simulasikan, kebutuhan sekian juta ton untuk B50 kita akan minus,” ujar Gulat.
Liputan khusus Arah Pemerintahan Baru ini didukung oleh: