Indonesia Raih Penghargaan Penerbit Sukuk Hijau Terbesar Dunia

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Penerbitan sukuk hijau pada tahun lalu ditujukan untuk berbagai proyek yang menargetkan mitigasi iklim, adaptasi dan pelestarian keanekaragaman hayati termasuk energi, dan sektor transportasi.
27/4/2021, 14.16 WIB

Kementerian Keuangan meraih Climate Bonds Awards 2021 atas penerbitan sukuk hijau atau green sukuk terbesar di dunia. Tahun lalu,  Indonesia menerbitkan sukuk hijau senilai US$ 750 juta atau setara Rp 10,53 triliun. 

"Ini merupakan pengakuan publik kepada semua organisasi dan pemerintah yang berada di garis depan dalam melakukan capital shifting menuju solusi rendah karbon dan transisi yang lebih besar ke nol-bersih," ujar CEO Climate Bonds Initiative Sean Kidneydalam keterangan resmi, Selasa (27/4).

Penerbitan sukuk hijau pada tahun lalu ditujukan untuk berbagai proyek yang menargetkan mitigasi iklim, adaptasi dan
pelestarian keanekaragaman hayati termasuk energi, dan sektor transportasi. Indonesia dinilai konsisten merintis instrumen hijau yang berdaulat di emerging market, khususnya dalam keuangan Islam.

Climate Bonds Awards merupakan pengakuan internasional atas kepemimpinan, praktik terbaik, inovasi dalam keuangan hijau dan berkelanjutan yang mencakup obligasi hijau, pinjaman, sukuk, dan perkembangan pasar yang signifikan dalam investasi berbasis iklim. Tahun 2021 merupakan tahun keenam Climate Bonds Awards memberikan pengakuan atas pencapaian yang telah dilakukan oleh organisasi atau pemerintahan dalam mengembangkan sektor keuangan berkelanjutan.

Dengan Climate Bonds Awards ini, penerbitan green sukuk oleh pemerintah Indonesia sudah mendapatkan 12 penghargaan internasional sejak pertama kali diterbitkan tahun 2018. Penghargaan tersebut juga merupakan penghargaan internasional ke-42 bagi penerbitan sukuk negara.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, masalah perubahan iklim sangat penting dan selalu menjadi perhatian utama Indonesia. "Kekhawatiran ini tercermin melalui berbagai upaya dan pemerintahan kebijakan tentang perubahan iklim," ujar Sri Mulyani dalam keterangan resmi, Selasa (27/4).

Indonesia telah berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca secara bertahap sesuai Kesepakatan Paris 2015. Pemerintah menargetkan pengurangan emisinya mencapai 29% dengan usaha sendiri dan 41% melalui dukungan internasional pada 2030. 

Kepala Perwakilan Badan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangasa (UNDP) untuk Indonesia Norimasa Shimomura mengatakan kunci untuk memenuhi perjanjian itu adalah memanfaatkan pembiayaan nasional, swasta, dan publik. Hal ini cukup penting mengingat kebutuhan dana Indonesia untuk program perubahan iklim mencapai US$ 247 miliar. 

UNDP telah bekerja sama dengan pemerintah soal ini. Salah satunya dengan mendukung Kemenkeu untuk menerbitkan green sukuk.

Obligasi berbasis syariah tersebut akan dialokasikan untuk mendanai mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. “Kami mendukung Indonesia untuk mengembangkan obligasi ini dengan tujuan pembangunan berkelanjutan,” kata Shimomura dalam acara diskusi secara virtual, akhir tahun lalu.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Luky Alfirman mengatakan inisiatif, hijau atau berbasis lingkungan ini cukup penting untuk mendukung komitmen awal dalam memerangi perubahan iklim. Terutama demi mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan sebagai bagian dari komitmen pemerintah. 

Upaya untuk mendanai program tersebut relatif mahal. "Pengeluaran untuk perubahan iklim telah menghabiskan US$ 36 miliar pada periode 2016 dan 2019," kata Luky.

Reporter: Agatha Olivia Victoria