DPR Desak Perbankan Nasional Ikut Bantu Pendanaan Transisi Energi

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Teknisi melakukan perawatan instalasi panel listrik tenaga surya di Hotel Wujil, Ungaran, Jawa Tengah.
22/11/2021, 18.54 WIB

Komisi VII DPR mendesak agar perbankan nasional terlibat dalam mendukung transisi energi di Indonesia. Sebab, untuk beralih dari energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT) tidak bisa hanya mengandalkan pendanaan dari dunia internasional.

Anggota Komisi VII Ridwan Hisjam meminta agar pemerintah dapat mendorong perbankan nasional untuk turut berpartisipasi memberikan pendanaan demi mendukung transisi energi.

"Perbankan Indonesia harus memperhatikan karena kalau tidak perbankan ini gak ikut campur cuma hanya mengandalkan dari luar negeri ini yakin gak bisa lancar. Karena kita butuh dana operasional awal," kata dia dalam diskusi The 10th Indo EBTKE ConEx 2021, Senin (22/11).

Apalagi, untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan usaha sendiri pada 2030, setidaknya membutuhkan pembiayaan hingga US$ 365 miliar (Rp 5.200 triliun). Sementara untuk menurunkan emisi GRK 41% dengan dukungan internasional pada 2030 membutuhkan dana sebesar US$ 475 miliar (Rp 6.767 triliun).

"APBN gak akan cukup untuk mendukung komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi karbon dengan kebutuhan minimal pendanaan minimal US$ 5,7 miliar (Rp 81,2 triliun) per tahun untuk transisi energi," katanya.

Oleh karena itu, investasi di sektor swasta baik dalam negeri maupun luar negeri harus dibuka secara luas luasnya. Pemerintah perlu cara menghubungkan keuangan negara dengan sektor swasta, baik domestik maupun internasional dalam rangka mencapai target yang dicanangkan.

"Saya izin, statement politik untuk memberikan dukungan besar kepada EBT ini kita harus melakukan revolusi EBT," ujarnya. Simak target bauran EBT hingga 2050 pada databoks berikut:

Menurut Ridwan hari ini merupakan momen yang tepat untuk menggalakkan revolusi di sektor energi bersih. Salah satunya dengan merampungkan payung hukum EBT yang saat ini masih berproses.

"Tahun depan harus selesai yang namanya payung hukum. Kalau tidak dikatakan revolusi orang di Indonesia biasa 'alon alon asal kelakon'. Kita harus kerja keras melakukan revolusi," katanya.

Presiden Joko Widodo sebelumnya juga menyinggung mengenai komitmen pendanaan negara maju terkait permintaan peralihan ke energi bersih. Menurut dia untuk beralih ke pembangkit EBT, setidaknya dana yang dibutuhkan cukup besar.

Menurut Jokowi dalam dua tahun terakhir rencana untuk masuk ke transisi energi ini sudah berulang kali dibahas. Namun hingga kini belum juga ketemu skenario yang akan digunakan.

"Tahun lalu sudah sudah masuk tema ini tapi belum ketemu jurusnya, skemanya seperti apa. Tahun ini dibicarakan lagi dan skemanya juga belum ketemu, dijanjikan US$ 100 miliar tapi dari mana juga belum ketemu," ujarnya.

Selain itu, Jokowi juga mengatakan target Indonesia untuk mencapai target nol emisi bersih pada 2060 sempat dipertanyakan oleh negara-negara lain lantaran 10 tahun lebih lambat daripada target mereka pada 2050. "Ya gak apa-apa yang lain kalau ngomong saja juga bisa, saya juga bisa. Roadmap seperti apa?" kata Presiden.

Reporter: Verda Nano Setiawan