BEI Ungkap Alasan Bursa Karbon Masih Sepi Setelah Setahun Diluncurkan
Aktivitas perdagangan Bursa Karbon masih terpantau sepi setelah hampir setahun diluncurkan pada 26 September 2023. Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan bahwa hal itu dipengaruhi pemerintah yang belum menentukan besaran pajak karbon atau carbon tax.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa, Irvan Susandy, mengatakan salah satu faktor keberhasilan bursa karbon di beberapa negara adalah adanya pajak karbon. Menurut dia, aktivitas pajak bursa karbon akan naik apabila pajak karbon ditetapkan dan nilainya lebih tinggi daripada harga jual beli karbon di pasar.
“Jadi salah satu yang kami harapkan adalah adanya karbon tax agar bursa karbonnya ramai,” kata Irvan kepada wartawan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Kamis (19/9).
Di samping itu, Irfan mengatakan, masih diperlukan banyak sosialisasi dan edukasi mengenai emisi karbon. Bursa Efek Indonesia juga perlu melakukan koordinasi dengan kementerian terkait emisi karbon. Dengan adanya bursa karbon, diharapkan menjadi salah satu infrastruktur yang dapat menunjang proses pengurangan emisi karbon di Indonesia.
Dia berharap koordinasi terus dilakukan dengan Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, pemerintah, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mendukung pengurangan emisi karbon melalui bursa karbon.
“Karena banyak faktor yang di luar kontrol kami sebagai bursa, termasuk kebijakan pemerintah, carbon tax, dan lain-lain,” ucapnya.
Pada perdagangan karbon Rabu (18/9), IDXCarbon mencatatkan perdagangan karbon sebanyak 1.357.123 ton Unit Karbon dan terdapat sebanyak 79 partisipasi. Adapun penyedia unit karbon pada perdagangan yang terdapat di IDXCarbon, yaitu PT Pertamina Power Indonesia, PT PLN Indonesia Power, dan PT PLN Nusantara Power.
Optimistis Capai 100 Pengguna Jasa Bursa Karbon
Sebelumnya BEI optimistis bahwa jumlah pengguna jasa bursa karbon dapat mencapai lebih dari 100 pada 2024. Proyeksi tersebut telah memperhitungkan tercapainya integrasi sistem Apple Gatrik dengan sistem registrasi nasional pengendalian perubahan iklim (SRN-PPI).
“Target kami adalah penambahan 50, paling tidak. Artinya, kalau di akhir tahun kemarin itu 46, akhir tahun 2024 paling tidak 96, lebih dari 100 kami optimis,” ujar Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik beberapa waktu lalu.
Selain itu, Jeffrey mengatakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memiliki peran krusial dalam perkembangan bursa karbon di Indonesia. Kementerian ESDM bertanggung jawab sebagai penerbit sertifikat pengurangan emisi, sementara KLHK mengatur Sistem Registrasi Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI).
Ia menyebut semua perdagangan unit karbon harus melalui proses registrasi di SRN-PPI. Dengan demikian, Jeffrey berharap bahwa sinkronisasi antara sistem Apple Gatrik dan SRN-PPI akan berdampak positif dengan meningkatkan suplai di SRN-PPI kedepannya. Jika suplai di SRN-PPI meningkat, maka pilihan bagi permintaan di bursa karbon juga akan meningkat secara bersamaan.
Adapun saat pertama diluncurkan, total volume hingga akhir perdagangan yaitu sebanyak 459,95 tCO2. Lalu total transaksi yaitu 27 transaksi dengan 15 total pembeli, serta satu penjual. Lalu, transaksi di pasar reguler yaitu 17 kali, pasar negosiasi sebanyak 3 kali, dan pasar lelang yakni 2 kali. Total pengguna jasa atau user saat itu yaitu 16 pengguna jasa. Sementara, harga pembukaan pasar reguler yakni Rp 69.600 dan harga penutupan pasar reguler Rp 77.000.