PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (Mitratel), mengklaim mampu menekan emisi karbon hingga 856,96 ton emisi CO2 dengan memanfaatkan tower non baja GRFP atau tower hijau di Indonesia.
Direktur Bisnis Mitratel, Agus Winarno, mengatakan dengan menerapkan GFRP di satu menara rooftop, perusahaan dapat mengurangi penggunaan baja sebesar 1.748 Kg atau setara dengan pengurangan karbon sebesar 3,2338 ton CO2.
"Dengan asumsi terdapat 265 menara Mitratel yang menggunakan GFRP, maka total pengurangan karbon (carbon reduction) mencapai 856,96 ton CO2 sehingga Mitratel dapat berkontribusi terhadap pengurangan emisi karbon nasional sebesar 0,00036%," ujar Agus dalam keterangan tertulis, Selasa (24/12).
Agus mengatakan, Mitratel memilih fokus pada menara ramah lingkungan karena dapat menurunkan emisi gas rumah kaca dalam jumlah signifikan secara cepat. Selain itu, menara adalah aset utama perusahaan sekaligus alat produksi terpenting dalam mendatangkan revenue.
Ia menjelaskan, menara model baru ini menggunakan glass fiber reinforced polymer (GFRP) sebagai pengganti besi dan baja untuk konstruksi. GFRP adalah bahan komposit yang terdiri dari serat gelas dan resin.
"Menara berbahan baku GFRP sudah teruji mampu menggendong antenna dan perangkat telekomunikasi lainnya," ujarnya.
Lanjutnya, material GFRP bukan berasal dari besi dan baja sehingga tidak butuh energi fosil sebagai alat pembakaran atau peleburan. Material GFRP dihasilkan dari Senyawa concentrate GFRP dengan resin biasa disebut perekat dan memiliki bobot 60% lebih ringan dibandingkan bobot menara dari besi baja.
Ia mengatakan, bobot menara yang ringan akan berdampak juga terhadap kebutuhan konsumsi BBM dan penggunaan energi listrik pada saat operasional pembangunan menara.
“Biaya perawatannya juga rendah dan dapat diperbaiki dengan mudah karena tidak ada sambungan permanen. Jadi selain lebih ramah lingkungan, juga lebih murah biayanya,” ujarnya.
Mitratel mencetak laba Rp 1,53 triliun sepanjang Januari–September 2024. Perolehan tersebut naik 7,1% secara tahunan atau year on year (yoy) dari periode yang sama sebelumnya Rp 1,43 triliun pada 2023.
Berdasarkan laporan keuangannya, pendapatan emiten menara telekomunikasi milik Grup Telkom itu juga naik 8,7% yoy menjadi Rp 6,81 triliun hingga kuartal ketiga 2024. Sebelumnya MTEL membukukan Rp 6,27 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Direktur Utama Mitratel, Theodorus Ardi Hartoko atau akrab disapa Teddy, mengatakan bahwa perusahaan terus beradaptasi dengan teknologi terbaru untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Menghadapi tantangan dan persaingan di industri telekomunikasi, ia juga menegaskan Mitratel berupaya mendorong pertumbuhan kinerja yang sehat dan berkelanjutan melalui penguatan fundamental dan peningkatan efisiensi.
Selain itu, Teddy mengatakan pertumbuhan pendapatan perusahaan didukung oleh peningkatan kapasitas, khususnya dalam bisnis penyewaan menara yang meningkat 8,5% dibandingkan tahun sebelumnya. Pendapatan dari bisnis fiber optik juga melonjak 89,5% pada periode yang sama.
Ia juga mengatakan Mitratel mulai mengembangkan bisnis fiber optik sejak 2022 dan terus mempercepat pertumbuhannya secara organik dan anorganik melalui berbagai akuisisi aset. Segmen fiber optik kini berkontribusi sebagai sumber pendapatan baru, meskipun baru menyumbang 4% dari total pendapatan MTEL.
“Ke depan kami fokus mengembangkan bisnis ini, selain tetap meningkatkan market share di bisnis menara dan memacu penerapan teknologi mutakhir di seluruh lini bisnis,” kata Teddy dalam keterangan resmi, Rabu (30/10).
Pertumbuhan pendapatan Mitratel juga didukung oleh kenaikan kinerja operasional yang tercermin dari bertambahnya jumlah menara, fiber optik, kolokasi, dan penyewa (tenant). Tenancy ratio juga meningkat menjadi 1,51x dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 1,50x.
Hingga kuartal ketiga 2024, Mitratel memiliki 39.259 menara atau naik 5,8% secara tahunan. Kemudian diikuti oleh aset fiber optik mencapai 39.714 km atau naik 36,7% dari tahun lalu. Dengan pertumbuhan aset ini, Teddy mengatakan jumlah penyewa meningkat 6,7% menjadi 59.431 tenant, dan kolokasi bertambah 8,4%. Hal tersebut merupakan hasil positif dari investasi Mitratel, khususnya di wilayah luar Pulau Jawa.
“Kami siap menjadi mitra strategis industri operator telekomunikasi, baik dalam melakukan konsolidasi ataupun ekspansi ke sejumlah daerah pusat pertumbuhan baru,” ujar Teddy.