Setelah menyelesaikan rangkaian COP27 di Mesir bulan lalu, perhatian para pihak di sektor lingkungan kini beralih ke Kanada yang menjadi tuan rumah konvensi keanekaragaman hayati COP15.

Convention on Biological Diversity (CBD) COP15 diselenggarakan di Montreal mulai 7-19 Desember 2022. Ini adalah adalah salah satu konvensi yang lahir dari KTT Bumi 1992 di Rio, bersama dengan COP Perubahan iklim.

Direktur Eksekutif Yayasan Cerah, Adhityani Putri mengatakan CBD digelar dengan tiga tujuan utama yakni konservasi keanekaragaman hayati, pemanfaatan komponen-komponen keanekaragaman hayati secara berkelanjutan, dan pembagian manfaat yang adil dan merata  dari sumber daya genetik/ alam ( Access to Benefits and Sharing).

Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD) COP15 seharusnya digelar pada 2020 tetapi ditunda karena pandemi Covid-19. Cina seharusnya menjadi tuan rumah agenda kali ini, tetapi lantas dialihkan ke Kanada karena kebijakan internal Cina terkait penanganan pandemi.

Salah satu agenda utama COP15 adalah mengadopsi Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global Pasca 2020. Seperti perundingan COP Perubahan Iklim, COP15 Biodiversitas juga bergantung pada 'blok' beberapa negara di dunia. Salah satunya adalah Kelompok Kesepahaman Negara-negara Megadiversitas (Like Minded Megadiverse Countries) atau LMMC.

LMMC adalah sekelompok negara yang menampung sebagian besar spesies bumi dan karenanya dianggap sangat beraneka ragam. Mereka kaya akan keanekaragaman hayati (60-70% dari keanekaragaman hayati dunia) dan pengetahuan yang terkait di dalamnya.

Negara - negara LMMC adalah Bolivia, Brasil, Tiongkok, Kolombia, Kosta Rika, Republik Demokratik Kongo, Ekuador, India, Indonesia, Kenya, Madagaskar, Malaysia, Meksiko, Peru, Filipina, Afrika Selatan, Venezuela.

Krisis Iklim

Menurut Adhityani Putri, keanekaragaman hayati tidak bisa dipisahkan dengan krisis ikllim. Kenaikan suhu bumi akan membuat beberapa jenis spesies berada di luar batas toleransi suhu maksimumnya sehingga tidak mampu bertahan dan kemudian menjadi rentan terhadap kepunahan.

Mempertahankan dan memulihkan keanekaragaman hayati dalam ekosistem habitatnya merupakan bentuk peningkatan ketahanan terhadap tekanan yang disebabkan oleh perubahan iklim.

Penelitian IPCC di 2013 menunjukkan krisis iklim akan menjadi jauh lebih buruk apabila tidak ada pengurangan emisi. Berdasarkan skenario kenaikan emisi gas rumah kaca yang paling tinggi, pada tahun 2100, setidaknya 50% spesies dunia akan kehilangan habitat dengan kondisi iklim yang cocok bagi mereka. Bahkan dalam satu prediksi kenaikan suhu bumi krisis iklim dapat menyebabkan kehilangan keanekaragaman hayati yang mendadak. 

Hilangnya keanekaragaman hayati secara mendadak akibat perubahan iklim memberikan ancaman yang signifikan bagi kesejahteraan manusia. Di banyak negara, sebagian besar orang bergantung pada lingkungan untuk pangan dan pendapatan.

"Perubahan mendadak pada ekosistem lokal dapat berdampak negatif pada kemampuan manusia untuk mendapatkan penghasilan dan memenuhi kebutuhan pangan, bahkan mendorong kepada kemiskinan," ujar Putri.

Reporter: Rezza Aji Pratama