Mengenal Politik Uang, Taktik Curang Politikus Jelang Pemilu

ANTARA FOTO/Maulana Surya/foc.
Warga melewati mural bertema Tolak Politik Uang di Kampung Sondakan, Solo, Jawa Tengah, Rabu (22/7).
28/3/2023, 15.40 WIB

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Said Abdullah menghadapi tuduhan dugaan melakukan politik uang di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, oleh warganet. Masalah ini muncul dari sebuah video di Twitter yang beredar pada Minggu (26/3).

Dalam video itu terlihat aksi pembagian amplop berisi Rp 300 ribu di sebuah masjid di Sumenep. Amplop merah tersebut memiliki lambang lambang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), foto Said, dan foto ketua dewan pimpinan cabang Sumenep PDIP Ahmad Fauzi.

Dalam konfirmasinya, Said mengatakan pembagian amplop berisi uang itu merupakan zakat yang telah diberikan secara rutin sejak 2006. Uang dalam amplop berasal dari dana reses. “Jadi kalau itu dikesankan (politik uang) tentu salah alamat,” kata ketua badan anggaran DPR tersebut.

Mural Pemilu  2024. (ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/rwa.)

Apa itu Politik Uang?

Walaupun diklaim sebagai zakat, pembagian amplop tersebut cocok dengan ciri-ciri politik uang. Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi mengatakan politik uang merupakan mobilisasi pemilih dengan cara memberikan uang, hadiah, atau barang agar mereka mencoblos sang pemberi dalam pemilu.

Dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah itu menambahkan, politik uang terbagi menjadi dua. Pertama, jual-beli suara ritel (vote buying). Strategi yang dikenal sebagai “serangan fajar” ini bisa terjadi sebelum pemilihan atau sesudah pemilih memberikan dukungannya.

Kedua, politik uang yang bersifat grosir, kolektif, dan jangka panjang. Politisi biasanya melakukan politik uang ini dengan menyalahgunakan kebijakan, seperti bantuan sosial, hibah, atau dana, untuk kepentingan pemilihan.

Halaman:
Reporter: Dzulfiqar Fathur Rahman