Sepuluh negara yang bergabung dalam ASEAN sepakat menggunakan mata uang lokal untuk transaksi pembayaran lintas negara. Langkah ini sebagai upaya mengurangi ketergantungan terhadap dolar Amerika Serikat atau dedolarisasi alias dedollarization.
“Penggunaan mata uang lokal memitigasi risiko jika dihadapkan pada gejolak global,” ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers pertemuan pertama menteri keuangan dan gubernur bank sentral ASEAN di Nusa Dua, Bali, Jumat (31/3).
Langkah tersebut dimulai dengan lima negara yang sudah punya sistem pembayaran ritel domestik. Kelimanya, yakni Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina.
Negara-negara tersebut sudah meneken kerja sama transaksi pembayaran lintas negara sejak November 2022. Kesepakatan yang dibentuk seiring momentum Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G20 ini mencakup lima area, yaitu kode QR, fast payment, data, RTGS, dan transaksi mata uang lokal.
Vitenam akan menyusul karena dalam proses memperkuat sistem fast payment alias pembayaran cepat. Tiga negara ASEAN lainnya, seperti Laos, Kamboja, dan Brunei Darussalam, juga tertarik bekerjasama. Namun, mereka masih perlu memperkuat sistem pembayaran domestiknya terlebih dulu.
Histori BRICS Lawan Hegemoni Dolar
Upaya melawan kekuatan dolar AS sebenarnya sudah jauh dimulai oleh blok BRICS, yang terdiri dari Brazil, Russia, India, Cina, dan Afrika Selatan. Akronim ini diciptakan Jim O’Neill, eks kepala ekonom Goldman Sachs pada 2001, yang awalnya hanya memuat empat negara: BRIC.
Ia melihat empat negara itu bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Bahkan prediksinya, keempatnya dapat menjadi negara ekonomi dominan pada 2050. Karena itu, perlu sinergi untuk melawan dominansi dolar AS.
O'Neill berpendapat dominasi mata uang itu mengakibatkan beban utang dolar negara lain bisa naik dan turun seiring dengan kurs. Hal ini mendestabilisasi kebijakan moneter karena gerakan kurs dolar memainkan peran lebih besar daripada keputusan domestik.
“Dolar memainkan peran yang terlalu dominan dalam keuangan global,” katanya, dilansir dari Bloomberg. “Tiap kali The Fed (bank sentral AS) melakukan pengetatan atau pelonggaran kebijakan, konsekuensi terhadap nilai dolar dan efek lanjutan lainnya menjadi sangat dramatis.”
Pada 2009, pemimpin dari Brazil, Rusia, India, dan China secara resmi mendirikan BRIC. Konferensi Tingkat Tinggi alias KTT perdana diadakan di Russia, pada 16 Juni 2009. Afrika Selatan baru bergabung setahun setelahnya, sehingga nama blok ini berganti menjadi BRICS.
Berdasar laporan yang mengutip anggota parlemen Rusia, Alexander Babakov, negara-negara ini sedang dalam proses menciptakan media baru untuk pembayaran. Hal tersebut dilakukan atas strategi untuk tidak mempertahankan dolar atau euro.
Indiatimes menulis, mata uang baru itu akan diamankan dengan komoditas lain, seperti emas dan logam tanah jarang (LTJ). Perkembangan upaya menciptakan mata uang baru tersebut akan dipresentasikan pada KTT BRICS di Afrika Selatan pada Agustus ini.
Klaim tersebut belum diverifikasi pejabat lain dari negara anggota. Kabar ini muncul hanya beberapa hari sebelum Afrika Selatan mengirim pejabat senior ke Rusia untuk membahas ‘kalibrasi ulang tatanan global’ dengan pemerintah Presiden Vladimir Putin.
Awal Maret lalu, duta besar Afrika Selatan untuk BRICS Anil Sooklal juga menjelaskan BRICS berencana memutuskan apakah akan menambah anggota baru serta syaratnya tahun ini. Arab Saudi dan Iran menjadi dua dari sekian banyak negara yang sudah menunjukkan minat bergabung dengan BRICS.
O’Neill, selaku pencetus blok ini menulis, seharusnya ada kriteria ketat untuk menambah anggota baru. Hal ini ia ungkapkan dalam sebuah makalah di jurnal Global Policy pada 26 Maret lalu. Tujuannya adalah memastikan anggota baru bisa mencapai tujuan dibangunnya BRICS.
O’Neill juga mendesak BRICS untuk fokus pada pendanaan iklim, peningkatan layanan kesehatan, dan perdagangan. Anggota baru harus memiliki populasi setidaknya 100 juta jiwa. Beberapa kandidat potensial di Asia misalnya Indonesia, Bangladesh, Vietnam, Pakistan, dan Filipina. Tukri, Nigeria, Mesir, dan Ethiopia juga bisa dipertimbangkan, tulisnya.
“Akan masuk akal untuk menerima Arab Saudi dan Iran bila BRICS ingin menciptakan penyeimbang terhadap dolar. Sebab mereka adalah salah dua penghasil minyak terbesar dunia,” tulis O’Neill dalam makalahnya yang berjudul The Future of the BRICS and the New Development Bank.
Apa Itu Dedolarisasi?
Konsep meninggalkan dolar AS dan menggantinya dengan mata uang lokal, seperti yang dilakukan ASEAN dan BRICS, disebut dengan dedolarisasi. Antara menulis konsep ini awalnya mengemuka pada krisis moneter 1998. Kala itu, selisih kurs telah mengakibatkan guncangan hebat pada sistem ekonomi global.
Wacana itu muncul lagi kala AS memberi sanksi pada Rusia atas penyerangannya ke Ukraina pada Februari 2022 lalu. Beberapa hukuman finansial di antaranya adalah membekukan hampir seluruh cadangan valuta asing Rusia senilai US$ 300 miliar.
Negara-negara Barat juga menghapus Rusia dari Society for Worldwide Interbank FInancial Telecommunication alias SWIFT. Ini adalah layanan pesan antarbank untuk pembayaran internasional
Dampaknya, Negeri Beruang Merah tidak bisa mendapat dolar untuk membiayai impor dan kesulitan membayar kewajiban internasionalnya hingga terancam gagal bayar utang. Pemerintah setempat kemudian mendirikan sistem perbankannya sendiri yang bernama System for Transfer of Financial Messages alias SPFS.
Reuters menulis sanksi ini adalah bentuk persenjataan dari dolar. Akibatnya, Rusia dan China selaku rival geopolitik terbesar AS, membuat infrastruktur finansial masing-masing.
Dalam catatan Katadata.co.id, dolar AS menjadi patokan mata uang dunia sejak 1944, menggantikan emas. Hal in mempertimbangkan banyaknya obligasi yang dimiliki Amerika Serikat sebagai alat transaksi perdagangan dengan negara-negara kreditur.
Belum lagi pada akhir Perang Dunia I, AS menjadi negara pemilik mayoritas cadangan emas dunia. Cadangan emas di negara lain akhirnya menipis hingga habis, sehingga tidak bisa kembali ke standar transaksi pertukaran emas.
Sejak saat itu, negara-negara mulai membeli surat berharga AS atau US Treasury yang dianggap produk keuangan aman untuk menyimpan uang mereka. Kekuatan dolar AS ini juga berpengaruh pada hubungan internasional negara tersebut.
Penduduk AS bisa dengan mudah masuk ke 172 negara tanpa memerlukan visa. Selain itu, masyarakat AS bisa dengan mudah menggunakan dolar AS sebagai alat tukar di berbagai negara.