Jambore Pramuka Dunia yang diselenggarakan di Korea Selatan memakan korban akibat suhu panas. Pada pembukaan jambore, Selasa (1/7), ada 108 peserta yang kelelahan dan mengalami gangguan kesehatan karena tidak kuat menghadapi cuaca panas. Jumlah peserta yang dirawat karena mengalami syok akibat suhu panas terus bertambah menjadi 400 orang saat penutupan acara pada hari pertama.
Peserta yang tumbang akibat suhu panas di Saemangeum, lokasi jambore diselenggarakan, bertambah lagi menjadi 207 orang pada hari kedua, Rabu (2/7). Menurut pejabat Dinas Pemadam Kebakaran Jeonbuk, sebagian peserta mengalami gejala sakit kepala, pusing dan mual.
Jambore Pramuka Dunia yang ke-25 itu diselenggarakan bertepatan dengan perilisan peringatan dini mengenai cuaca panas dengan temperatur 38'C oleh Pemerintah Korea Selatan. Dalam peringatan yang diumumkan melalui ponsel itu, pemerintah mengimbau masyarakat menghindari aktivitas di luar ruangan.
Sepanjang 2023, ada 23 masyarakat Korea Selatan yang meninggal karena cuaca panas. Menteri Dalam Negeri Korea Selatan Lee Sang Min meminta penyelenggara untuk menyesuaikan jadwal dan menempatkan lebih banyak tenaga medis, ambulans, membangun lebih banyak area teduh, menambah jumlah sanitasi bersih, serta menambah jumlah pasokan minuman.
Kontingen dari Amerika Serikat dan Inggris pulang lebih awal dengan alasan keamanan dan kesehatan para peserta. Meski menuai banyak kecaman, Sekretaris Jenderal penyelenggara Jambore Pramuka Dunia, Choi Chang Haeng, mengatakan perhelatan akan terus digelar hingga 12 Agustus mendatang, tanpa ada perubahan atau penyesuaian acara.
Sejarah Jambore Pertama, Pengukuhan Robert Baden-Powell sebagai 'Bapak' Kepanduan Dunia
Jambore Pramuka Dunia merupakan pertemuan akbar pramuka di seluruh dunia yang diselenggarakan setiap empat tahun. Acara ini ditujukan bagi anggota pramuka remaja yang berusia 14-17 tahun yang berada di tingkat penggalang.
Jambore menjadi salah satu acara luar ruangan paling besar untuk anak muda di dunia. Menurut situs web kepramukaan dunia scout.org, jumlah partisipan jambore setiap tahun semakin bertambah. Adapun jumlah peserta jambore pertama yang diselenggarakan pada 1920, usai Perang Dunia Pertama, adalah delapan ribu orang.
Jambore Dunia Pramuka pertama kali diselenggarakan pada 30 Juli-8 Agustus 1920 yang dihadiri oleh perwakilan dari 34 negara. Salah satu momen bersejarah dalam jambore yang dihelat di London, Inggris, itu adalah pengakuan terhadap Robert Baden-Powell sebagai pendiri dan 'Bapak' Kepanduan Dunia.
Jambore tersebut diadakan di Kensington Olympia Hall dengan membuka tenda di bawah bangunan beratap kaca seluas enam are atau sekitar 24 ribu meter persegi (m2). Area itu hanya menampung sekitar tiga ribu peserta, sementara lima ribu peserta lainnya terpaksa berkemah di taman rusa dekat Richmond.
Jambore di Kensington ini memiliki tujuan untuk saling mengakrabkan seluruh peserta kepanduan dunia yang terdiri dari ratusan organisasi lintas negara. Saat itu, organisasi kepanduan dari Inggris ingin para pandu yang menghadiri jambore dunia dapat saling bertukar pengetahuan dan pengalaman budaya, serta menjalin persahabatan.
Kesuksesan jambore itu membuat istilah 'jamboree' dikenal luas dan kerap digunakan organisasi lainnya untuk mengadakan acara di luar ruangan serupa. Menurut organisasi kamus merriem-webster, istilah jamboree dianggap bergaya Amerika, mengacu pada pertemuan yang riuh dan gembira. Istilah ini diyakini berasal dari kata, 'jabber'(yang berarti pembicaraan yang cepat dan tidak jelas), dan kata 'shivaree' (berarti perayaan yang berisik/riuh).
Sejak 1920, acara jambore rutin diselenggarakan setiap empat tahun sekali, kecuali pada 1937 dan 1947 karena meletusnya Perang Dunia Kedua. Jambore pada 1979 di Iran juga dibatalkan karena instabilitas situasi politik dalam negeri saat itu. Dalam sejarah Jambore Pramuka Dunia, pelaksanaan yang ke-25 ini diikuti oleh 43 ribu pramuka penggalang dari 158 negara.
Sejarah Partisipasi Indonesia dalam Jambore Dunia
Mengutip dari situs web Pramuka Indonesia, catatan kehadiran pandu dari Indonesia pertama kali dalam Jambore Pramuka Dunia adalah pada 1937. Saat itu, organisasi kepanduan Indonesia masih bernama Pandu Hindia-Belanda.
Setelah mengalami berbagai dinamika, pada 14 Agustus 1961, Gerakan Pramuka diperkenalkan secara resmi kepada masyarakat Indonesia dan kemudian dikenal sebagai Hari Pramuka. Sejak itu, Indonesia beberapa kali mengirim pramuka penggalang ke jambore dunia tersebut.
Tahun ini, Indonesia mengirim 1.579 pramuka ke perhelatan kepanduan dunia tersebut. Menurut Kementerian Luar Negeri, pengiriman kontingen tahun ini merupakan yang terbanyak sepanjang sejarah partisipasi Pramuka Indonesia dalam jambore di tingkat dunia.
Keikutsertaan Indonesia dalam jambore dunia ini, menurut Duta Besar Republik Indonesia untuk Korea Selatan Gandi Sulistiyanto, merupakan bagian dari Peringatan 50 Tahun Hubungan Diplomatik antara Indonesia dan Korea Selatan pada tahun 2023.