Jejak PDIP dalam Pemilihan Anggota DPR, Partai Berkuasa Sejak 2014

ANTARA FOTO/NYOMAN HENDRA WIBOWO
Simpatisan PDI Perjuangan mengayuh becak di dekat baliho Kongres V PDI Perjuangan di Denpasar, Bali, Selasa (6/8/2019).
8/5/2023, 18.20 WIB

Ketua Umum Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mengatakah telah mengantongi calon-calon anggota legislatif partainya untuk Pemilu 2024. Sebelum mendaftarkan calonnya ke Komisis Pemilihan Umum (KPU), partai berlogo banteng tersebut akan menggelar rapat finalisasi.

“Kalau di kami secara garis besar dari tingkat kabupaten kota dan provinsi, dan DPR RI dapat dikatakan sudah selesai,” kata Megawati seperti dikutip oleh kantor berita Antara pada Senin (8/5).

Sebagai informasi, KPU telah membuka pendaftaran bakal calon anggota legislatif sejak 1 Mei 2023. Hingga hari kelima, lembaga itu masih belum menerima daftar nama sama sekali. Anggota KPU Idham Holik mengatakan, ia berharap pendaftaran tidak menumpuk pada hari terakhir, yaitu 14 Mei 2023.

Massa PDIP (ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko)

PDIP dalam Pemilu Legislatif

PDIP telah berpartisipasi dalam pemilihan umum (pemilu) sejak 1999. Pemilu pertama pasca-Orde Baru ini menjadi panggung persaingan antara PDIP dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). PDI merupakan cikal bakal dari PDIP.

Untuk pemilihan anggota DPR, PDIP memenangkan 33,74% pangsa suara pada 1999. Ini memungkinkan partai asuhan Megawati itu untuk mengirim 153 perwakilan ke majelis rendah.

Pangsa suara tersebut mengerdilkan pangsa suara yang diperoleh PDI, yaitu 0,33%. Ini hanya mengizinkan partai asuhan Budi Hardjono itu mengirim dua perwakilan ke Senayan.

Meskipun partai baru, PDIP memperoleh pangsa suara terbanyak dalam pemilihan anggota DPR 1999. Kemudian disusul oleh Partai Golongan Karya (Golkar) dengan 22,4% pangsa suara dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan 12,61% pangsa suara.

Pada 2004, PDIP kembali berpartisipasi dalam pemilu sebagai partai yang berkuasa. Megawati juga sedang menjabat sebagai Presiden Indonesia yang ke-5. Partai yang bermarkas di Jakarta Pusat itu memperoleh 18,53% pangsa suara.

PDIP membukukan penyusutan pangsa suara dan dengan demikian mencatat penurunan jumlah perwakilan di DPR. Jumlah kursi partai asuhan Megawati itu berkurang 44 ke 109. Sebaliknya, Partai Golkar naik ke posisi pertama dengan pangsa suara 21,58%. Ini memberikan partai pohon beringin itu 127 kursi.

Pemilu 2004 menandai penurunan popularitas PDIP dari 1999. Megawati dan Hasyim Muzadi juga kalah dalam pemilihan presiden (pilpres) langsung pertama di Indonesia pada tahun yang sama.

Tren penurunan popularitas tersebut berlanjut ke Pemilu 2009. PDIP memperoleh hanya 14,03% pangsa suara. Jumlah perwakilannya di DPR turun 14 ke 95 pada 2009 dari 2004. Dari segi pangsa suara, PDIP duduk di peringkat ketiga.

Dalam Pilpres 2009, Megawati kalah untuk yang kedua kalinya. Ketua umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto merupakan pasangan calon wakil presidennya.

Antara 2004 dan 2014, PDIP dengan demikian mengambil posisi sebagai oposisi di DPR. Sementara itu, Partai Demokrat menjadi partai yang berkuasa di DPR periode 2009-2014. Partai ini merupakan asuhan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga menjabat antara 2004 dan 2014.

Pelantikan DPR dari Fraksi PDIP. (Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA)

Momentum PDIP

Posisi PDIP terhadap pemerintah bergeser pada 2014 seiring dengan kemenangan dalam baik pemilihan anggota legislatif dan Pilpres. Untuk anggota DPR, PDIP memperoleh 18,95% pangsa suara. PDIP dengan demikian bisa merebut kembali 14 kursi di DPR yang sebelumnya hilang dan mengirim 109 perwakilan.

PDIP telah berhasil mempertahankan kekuasaannya pada 2019. Partai ini memperoleh 19,33% pangsa suara dalam pemilihan anggota DPR. Jumlah kursinya di majelis rendah ikut naik 19 ke 128.

Antara 2014 dan 2024, PDIP kembali menjadi partai yang berkuasa. Partai asuhan Megawati ini juga memenangkan dua Pilpres terakhir dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebaliknya, Partai Demokrat menggeser posisinya ke pihak oposisi selama pemerintahan Presiden Jokowi.

Reporter: Dzulfiqar Fathur Rahman