Polemik utang-piutang antara Jusuf Hamka sebagai pemilik PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) dengan pemerintah terus menghangat. Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Rionald Silaban, menyebutkan CMNP tidak terkait dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Sebelumnya, ia sempat mengatakan ada tiga grup citra yang masih tersangkut utang dengan pemerintah. Namun, tiga grup tersebut masuk radar BLBI karena terkait dengan Siti Hardianti Rukmana alias Tutut Soeharto, yang menjadi salah satu obligor prioritas Satgas BLBI.
Perusahaan Tutut yang masuk radar Satgas BLBI adalah PT Citra CS - PT Citra Mataram Satriamarga, PT Marga Nurindo Bhakti, dan PT Citra Bhakti Margatama Persada. Dengan besaran utang masing-masing sebesar Rp 191,6 miliar, Rp 471,4 miliar, US$ 6,52 juta, dan Rp 14,79 miliar.
Selasa kemarin (13/6), Jusuf Hamka bertemu dengan Menteri Koordinasi Politik Hukum dan HAM (Polhukam) Mahfud MD. "Kita bicarakan dulu. Intinya ini harus diselesaikan biar negara berkah rakyat berkah," kata Jusuf.
Sementara itu, Mahfud mengatakan akan berkomunikasi dengan Kementerian Keuangan ihwal utang-piutang tersebut. Meski begitu, Mahfud menegaskan Presiden Joko Widodo telah memberi arahan agar pemerintah melunasi setiap tagihan dari rakyat sesuai aturan hukum yang berlaku.
Tutut Soeharto Dirikan CMNP untuk Proyek Tol Layang Pertama di Indonesia
Berdasarkan Laporan Tahunan CMNP dan identitas di Bursa Efek Indonesia, perusahaan ini berdiri pada 13 April 1987. Pendirinya adalah Siti Hardianti Rukmana alias Tutut Soeharto, putri sulung Presiden Soeharto.
Sesuai Piagam Perusahaan, ruang lingkup usaha CMNP terkait dengan penyediaan jalan tol, yang meliputi: mengerjakan proyek pembangunan jalan tol, melakukan investasi dan mendukung pelayanan di bidang jalan tol lainnya berdasarkan ketentuan undang-undang, menjalankan dan melakukan kegiatan di bidang lain yang berkaitan dengan pengoperasian jalan tol.
Proyek pertama yang dikerjakan oleh CMNP adalah pengerjaan jalan tol layang Cawang-Priok yang dikenal dengan jalan tol Wiyoto Wiyono. Jalan tol ini merupakan jalan tol layang pertama di Indonesia.
Mengutip dari situs resmi PT Jaya Konstruksi, jalan tol ini diproyeksikan pada pertengahan April 1979 dan direalisasikan pembangunannya pada 1987. Saat itu, pemerintah membuka kesempatan bagi pihak swasta untuk berinvestasi.
Untuk menangkap kesempatan itu, delapan perusahaan nasional bergabung untuk membuat perusahaan patungan bersama bernama PT Citra Marga Nusaphala Persada. Kedelapan perusahaan itu adalah PT Jasa Marga (Persero), PT Lamtorogung Persada, PT Hutama Karya (Persero), PT Pembangunan Jaya (PT Jaya Konstruksi), PT Indocement, PT Yala Perkasa Internasional, PT Krakatau Steel (Persero), dan Yayasan Bank Dagang Negara.
Tutut Soeharto didapuk menjabat direktur utama perusahaan itu.
Pembangunan jalan tol sepanjang 19,03 kilometer yang menelan biaya Rp 291 miliar itu rampung pada 1990. Presiden Soeharto meresmikan operasional jalan layang tol itu pada 9 Maret 1990 di pintu gerbang Plumpang, Jakarta Utara.
Namun, mengutip situs resminya, CMNP menyebutkan awal kegiatan operasi komersialnya pada 1990. Dalam profil perusahaan disebutkan, CMNP menjadi perusahaan terbuka sejak 10 Januari 1995, yang sebagian besar sahamnya dimiliki masyarakat.
Mengutip IDX Channel, pada 30 November 1994, CMNP menerima pernyataan efektif dari BAPEPAM-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana (IPO) sebanyak 122.000.000 saham dengan nilai Rp500 per saham. Saham tersebut dicatatkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 10 Januari 1995.
Bersih dari Keluarga Cendana Sejak 2002
Dalam pemberitaan CNBC Indonesia, Jusuf Hamka menyatakan Tutut Soeharto sudah keluar sejak 1997. Sementara itu, ia baru masuk ke CMNP pada 2012.
Namun, dalam sebuah arsip pemberitaan pada 26 Juli 2002 disebutkan PT CMNP sudah bersih dari saham milik keluarga Cendana dan telah berpindah ke tangan Heffenan International Ltd.
Hengkangnya Tutut itu disebutkan tercatat dalam daftar pemegang saham CMNP yang dikeluarkan PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) per 15 Juli 2002 yang menunjukkan tidak ada lagi nama-nama PT Citra Lamtorogung Persada, Yayasan Purna Bhakti Pertiwi, dan PT Bhaskara Duniajaya.
Mengenai hengkangnya Tutut Soeharto juga diberitakan oleh Tempo Interaktif pada 23 Oktober 2003 yang menyebutkan putri sulung Presiden Soeharto itu telah melepaskan kepemilikan saham di CMNP kepada sebuah perusahaan investasi yang berbasis di Singapura, Hefferman International Ltd.
Komposisi pemilik saham CMNP pun berubah dengan masuknya Hefferman International Ltd yang membeli 7,201% saham CMNP dari PT. Citra Lamtorogung Persada. Selain itu tidak ada lagi saham Yayasan Purna Bhakti Pertiwi dan PT. Bhaskara Duniajaya.
Dengan begitu, komposisi saham CMNP bergeser menjadi Jasa Marga sebesar 17,79%, Peregrine Fixed Income 14,18%, Indocement Tunggal Prakarsa 8,80%, Hefferman 7,20%, Krakatau Steel 6,60%, Koperasi 0,39%, dan publik 45,63%.
Kepergian perusahaan yang terafiliasi dengan Tutut Soeharto tersebut membuat ia tak lagi menjabat sebagai komisaris di CMNP. Tutut juga menegaskan kepergiannya melalui surat pengunduran diri sebagai komisaris yang disampaikan kepada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) CMNP yang digelar 31 Juli 2003.
Menurut Dirut CMNP saat itu, Daddy Hariadi, pengunduran diri Tutut Soeharto membawa dampak positif bagi perusahaan. RUPSLB itu digelar atas permintaan dua pemegang saham independen, Ievan Danyar Sumampau pemilik 5,13 persen saham, dan Remington Gold Limited, pemegang 5,23 persen saham.
Dalam rapat itu, nama Jusuf Hamka sudah disebutkan sebagai salah satu anggota Dewan Komisaris CMNP.
Katadata telah menghubungi Jusuf Hamka untuk mengonfirmasi ihwal pengunduran diri Tutut dan dimulainya era baru CMNP di bawah kendali Jusuf Hamka. Namun, ia hanya menjawab, "Semoga Allah mudahkan".