Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Budiman Sudjatmiko dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bertemu di Jakarta Selatan pada Selasa (20/7). Budiman dikenal sebagai aktivis prodemokrasi pada 1998.
Pertemuan keduanya berlangsung di kediaman Prabowo yang merupakan bakal calon presiden dari Partai Gerindra di Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Menurut Prabowo, mereka memiliki banyak pemikiran yang sama, termasuk cita-cita memperjuangkan kesejahteraan, keadilan, dan kemakmuran rakyat.
Menurut Budiman, Ketua Umum Partai Gerindra itu memiliki perspektif kepemimpinan politik yang cocok dengannya. Eks aktivis itu menambahkan, pemikiran keduanya saling melengkapi karena memiliki latar belakang yang berbeda, yaitu aktivis dan intelijen.
“Biasanya butuh pemikiran dari dua tipe orang: satu intelijen; satu aktivis. Kalau ada orang politik berlatar belakang intelijen, tentara, atau aktivis, kedua orang itu biasanya mampu berbicara hal-hal strategis secara komprehensif,” kata Budiman.
Bermula dari Aktivis Prodemokrasi yang Pernah Dipenjara Rezim Orba
Sebelum menjadi politikus, Budiman meluncur ke panggung politik sebagai seorang aktivis prodemokrasi melawan pemerintahan Presiden Soeharto di era 1990-an. Pria kelahiran Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, itu mengisahkan aktivismenya dalam buku Anak-Anak Revolusi yang terbit pada 2013.
Dalam situs web pribadinya, pria kelahiran 1970 itu menuliskan telah menjadi aktivis dengan terlibat dalam gerakan mahasiswa saat masih duduk di Fakultas Ekonomika dan Bisnis di Universitas Gadjah Mada (UGM).
“Kemudian saya menerjunkan diri sebagai penyelenggara komunitas yang melakukan proses pemberdayaan politik, organisasi dan ekonomi di kalangan petani dan buruh perkebunan di sekitar Jawa Tengah dan Jawa Timur,” tulis Budiman.
Pada 1996, Budiman mendirikan partai politik yang disebut Partai Rakyat Demokratik (PRD). Partai yang dibentuk di Sleman, Yogyakarta, itu tidak memiliki wakil di parlemen, namun merupakan pemain kunci dalam perlawanan terhadap pemerintahan Presiden Soeharto.
Budiman pernah menghadapi vonis penjara hingga 13 tahun pada 1997. Pemerintah menuduh PRD sebagai dalang kerusuhan di markas PDIP di Jakarta Pusat pada 27 Juli 1996. Kerusuhan itu terjadi di tengah perebutan kursi pemimpin partai antara Megawati Soekarnoputri dan Soerjadi.
Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memangkas masa hukuman Budiman menjadi 3,5 tahun dengan memberikan amnesti ke pendiri PRD itu pada Desember 1999. Amnesti ini muncul di tengah upaya pemerintah untuk memperbaiki demokrasi Indonesia.
Berlabuh ke PDIP
Budiman mulai bergabung ke PDIP pada 2004, ketika partai banteng itu sudah tidak lagi menjadi partai yang berkuasa. Jalan Budiman Sudjatmiko menjadi legislator dalam Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terbuka setelah bergabung dengan PDIP.
Ia menduduki kursi dewan selama 2009-2019 mewakili Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap di Jawa Tengah. Kedua kabupaten ini masuk ke dalam daerah pemilihan Jawa Tengah VIII.
Sebagai anggota DPR, Budiman populer karena mendorong pengesahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. “Selama ini yang terjadi hanya pembangunan di desa dan bukan pembangunan desa,” tulis Budiman pada situs web pribadinya.
Ia menambahkan, “Melalui Undang-Undang Desa yang baru disahkan, mayoritas masyarakat Indonesia akan mendapatkan bagian yang sepantasnya dari kemakmuran negara ini.”
Salah satu amanat yang tertuang dalam undang-undang itu adalah mengenai kewajiban pemerintah untuk memberikan dana desa. Usai disahkan, pada 2015 pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 20 triliun untuk dana desa.