Profil Henri Alfiandi, Mantan Kepala Basarnas yang Terjerat Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) periode 2021-2023 Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi sebagai tersangka dugaan suap dalam pengadaan barang dan jasa Basarnas tahun anggaran 2021-2023.
Penetapan tersangka dilakukan setelah KPK melakukan pemeriksaan dan gelar perkara bersama Pusat Polisi Militer (POM) TNI. "KPK menemukan kecukupan alat bukti mengenai adanya dugaan perbuatan pidana lain dan ditindaklnjuti ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Rabu (26/7).
Henri diduga menerima suap dalam berbagai pengadaan dengan total suap yang diterima sebesar Rp 88,3 miliar. Ia diduga menerima suap sebesar 10% dari setiap proyek.
Adapun proyek pengadaan Basarnas pada 2023 antara lain pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar, pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17,3 miliar, dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha senilai Rp89,9 miliar.
Perwira dengan Pengalaman Pendidikan Bejibun
Henri menjabat sebagai Kepala Basarnas pada 4 Februari 2021 silam. Ia menggantikan Marsekal Madya (Pur) Bagus Puruhito.
Pada 17 Juli 2023, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menarik Henri ke Mabes TNI Angkatan Udara karena mendekati pensiun. Posisi Henri digantikan oleh Marsekal Madya Kusworo yang sebelumnya menjabat sebagai Komandan Sesko TNI.
Sejak kecil, Henri tumbuh di lingkungan TNI AU. Ia mengenyam pendidikan dasar di SD Angkasa Lanud Iswahjudi, Maospati, Magetan, Jawa Timur. SD Angkasa merupakan institusi pendidikan dasar yang dikelola oleh TNI AU di bawah Yayasan Ardha Garini (Yasarini)-- Persatuan Istri Anggota TNI AU.
Setelah lulus SMA, Henri melanjutkan pendidikan di Akademi Angkatan Udara Yogyakarta pada 1985 dan lulus pada 1988. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan di Sekolah Komando Kesatuan TNI AU (Sekkau), dan kembali melanjutkan pendidikan militernya di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Udara (Seskoau).
Setelah itu, ia menempuh pendidikan di Sekolah Penerbangan TNI AU. Pada 2007, ia menempuh pendidikan militer di Jerman. Tepatnya di Generalstabs/Admiralstabsdienst Mit Internationaler Beteiligung (LGAI).
Ini adalah kursus perwira di Jerman yang terbuka bagi personel militer internasional. Kursus selama 12 bulan ini bertujuan untuk menambah wawasan pesertanya mengenai kondisi politik, geopolitik, struktur ekonomi global, dan keunikan budaya masing-masing bangsa.
Namun, dalam situs webnya, LGAI menyebutkan tujuan terpenting dari kursus ini adalah perluasan jaringan internasional di tingkat komando militer tertinggi. Adapun negara peserta dan perwira yang dapat diundang mengikuti kursus perwira ini diputuskan oleh Kementerian Pertahanan Jerman dan Kementerian Luar Negeri Jerman.
Perjalanan pendidikan militer Henri tak berhenti di sini. Ia meneruskan pendidikan Sekolah Staf dan Komando Tentara Nasional Indonesia (Sesko TNI). Terakhir ia mengikuti pendidikan US Air War College (setingkat Lemhannas) pada 2015.
Di luar pendidikan ini, Henri juga kerap mengikuti pendidikan singkat atau kejuruan seperti Sekolah Instruktur Penerbang TNI AU, Combine Weapon Instructur Course, FSO Course di Bangladesh, dan berbagai pendidikan kejuruan lainnya.
Pernah Terlibat dalam Operasi Tinombala
Lulus dari Akademi Angkatan Udara dengan pangkat Letnan Dua, Henri diberi tugas sebagai Pa Dp Gubernur AAU. Kariernya terus menanjak hingga pada 1995, ia diangkat sebagai Komandan Flight (Danflight) Ops 'A' Skadron Udara (Skadud) 12 Pangkalan Angkatan Udara (Lanud) Pekanbaru.
Pada 1996, ia dipindah ke Yogyakarta sebagai Pa Instruktur Penerbang Lanud Adi Sutjipto. Setahun kemudian, ia dikembalikan ke Pekanbaru dengan jabatan sebagai Pa Pok Instruktur Skadud 12 Lanud Pekanbaru.
Henri menghabiskan sebagian besar kariernya di Pangkalan Angkatan Udara Pekanbaru. Namun pada 2009, ia diangkat sebagai Perwira Menengah (Pamen) Mabes TNI untuk Atase Udara Republik Indonesia di Washington DC, Amerika Serikat.
Ia menjabat sebagai Atase Udara RI di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Amerika Serikat selama dua tahun. Usai menjalani peran itu, ia ditempatkan di Badan Intelijen Strategis (BAIS).
Selama menjalani karier di TNI AU, Henri pernah menjabat sebagai Panglima Komando Operasi TNI AU, Komandan Seskoau, Asisten Kasau Bidang Operasi, hingga akhirnya ditunjuk menjabat Kepala Basarnas. Ia juga pernah terlibat dalam Operasi Tinombala yang merupakan salah satu operasi anti-terorisme di Indonesia.