Sejarah QRIS, Tarifnya Tak Gratis Lagi untuk Usaha Mikro

ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/foc.
Sejumlah pembeli memilih barang saat bazar UMKM di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (20/6/2023).
6/7/2023, 14.56 WIB

Bank Indonesia menerapkan tarif 0,3% bagi usaha mikro yang menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard alias QRIS per Sabtu lalu (1/7). Pedagang membayar tarif ini untuk setiap transaksi barang dan jasa.

Sebelumnya, bank sentral telah memperpanjang dua kali kelonggaran tarif bagi usaha mikro. Angkanya 0% hingga 30 Juni 2023. Untuk usaha non-mikro, bank sentral menerapkan tarif sebesar 0,7%.

Menurut juru bicara BI Erwin Haryono, pendapatan dari tarif tersebut untuk mengganti investasi dan ongkos operasional yang telah dikeluarkan oleh pihak penyelenggara QRIS. Pihak-pihak ini meliputi lembaga penyedia jasa pembayaran dan switching.

BI berharap para pedagang tidak meneruskan peningkatan tarif ini ke konsumen dengan menaikkan harga. Peraturan Bank Indonesia Nomor 23 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Sistem Pembayaran juga melarangnya.

“Penerapan merchant discount rate atau MDR QRIS usaha mikro ini dilakukan untuk menjaga keberlangsungan ekosistem penyelenggaraan layanan dalam jangka panjang,” kata Erwin dalam keterangannya pada Rabu (5/7).

Target transaksi QRIS di Maluku Utara (ANTARA FOTO/Andri Saputra/aww.)

Berawal dari Kode QR yang Berbeda-Beda

BI meluncurkan QRIS pada 17 Agustus 2019, bertepatan dengan hari ulang tahun ke-74 Indonesia. Bank sentral baru mengimplementasikan layanan pembayaran ini pada 1 Januari 2020 untuk memfasilitasi persiapan bagi para penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP).

Peluncuran QRIS merupakan bagian dari pencapaian Visi Sistem Pembayaran Indonesia atau SPI 2025. BI meluncurkan visi tersebut kira-kira tiga bulan sebelum melepas layanan pembayaran itu ke publik.

“Dalam peluncuran tersebut, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyampaikan, QRIS yang mengusung semangat UNGGUL (UNiversal, GampanG, Untung dan Langsung), bertujuan untuk mendorong efisiensi transaksi, mempercepat inklusi keuangan, memajukan UMKM, yang pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, untuk Indonesia Maju,” tulis BI dalam siaran pers yang terbit pada 17 Agustus 2019.

QRIS muncul sebagai solusi terhadap kesemrawutan pembayaran dengan kode QR. Masing-masing perusahaan teknologi finansial memiliki kode QR sendiri, termasuk GoPay saat itu dari PT Gojek Indonesia, OVO dari PT Visionet Internasional, dan Dana dari PT Espay Debit Indonesia Koe. Jika pedagang hanya memiliki kode QR Gopay, maka konsumen hanya bisa menggunakan GoPay untuk bertransaksi.

Pada 2018, GoPay menjadi uang elektronik pertama yang meluncurkan fitur pembayaran menggunakan kode QR. Namun, OVO mampu bersaing dengan menjangkau 9 ribu usaha kecil pada tahun yang sama.

Sebelum menjangkau publik, BI melaksanakan uji coba (pilot) spesifikasi teknis kode QR dan interkoneksinya pada periode September-November 2018 dan April-Mei 2019. BI bekerjasama dengan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) dalam menyusun QRIS.

BI meluncurkan QRIS untuk mengintegrasikan pembayaran dengan kode QR. Pedagang dan konsumen saat ini dapat menggunakannya untuk pembayaran lewat uang elektronik, dompet elektronik, dan perbankan seluler (mobile banking).

Hingga Februari 2023, BI mencatat jumlah pedagang QRIS telah mencapai 24,9 juta dan jumlah penggunanya hingga 30,87 juta.

Reporter: Dzulfiqar Fathur Rahman