Harga saham perusahaan properti PT Hanson International Tbk (MYRX) naik drastis. Kenaikan ini terjadi setelah pemegang sahamnya, yakni konglomerat Benny Tjokrosaputra alias Benny Tjokro resmi menjadi direktur utama perusahaan.
Harga saham Hanson ditutup pada level Rp 59 per saham pada sesi pertama perdagangan Kamis, 14 November 2019. Level tersebut naik 18% dibandingkan posisi sebelumnya. Sebelumnya, saham hanson tidak bisa diperdagangkan sejak Kamis, 7 November 2019, lantaran telah menyentuh level terendah Rp 50 per saham.
Sebelum ditutup di level Rp 59 pada sesi pertama, harga saham Hanson sempat menyentuh Rp 65 per saham, naik 30% dibandingkan posisi sebelumya. Adapun saham Hanson diperdagangkan sebanyak 887,08 juta saham pada sesi pertama, dengan nilai transkasi Rp 50,76 miliar, dan frekuensi sebanyak 9.371 kali.
(Baca: Benny Tjokro Jadi Dirut Hanson, Urus Pengembalian Dana Publik Rp 2,6 T)
Benny merupakan pemilik 3,58% saham Hanson. Selebihnya, mayoritas saham Hanson dipegang publik dengan porsi 91%, dan Asabri 5,4%.
Selain Hanson, perusahaan terafiliasi Benny yaitu PT Rimo International Lestari Tbk (RIMO) tercatat mengalami kenaikan harga saham. Sebesar 5,86% saham perusahaan ini dipegang oleh Teddy Tjokrosapoetro yang adalah adik dari Benny.
Harga saham Rimo ditutup naik 26% ke level Rp 63 per saham pada sesi pertama perdagangan Kamis ini. Saham ini diperjualbelikan sebanyak 5.967 kali, dengan volume 244,24 juta saham, dan nilai transaksi Rp 14,76 miliar.
(Baca: Hanson Klarifikasi Audit BPK soal Investasi Gagal Bayar Jiwasraya )
Seperti Hanson, saham ini sempat tidak bisa diperdagangkan sejak Kamis, 7 November 2019. Penyebabnya, harga saham menyentuh level terendah Rp 50 per saham.
Benny Tjokrosaputro Turun Tangan Urus Hanson
Benny Tjokrosaputra naik menjadi dirut Hanson di tengah tekanan keuangan yang membelit perusahaan tersebut. Benny resmi memegang jabatan itu setelah diputus dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) kemarin.
Hanson mengalami tekanan keuangan setelah terbelit kasus penghimpunan dana ilegal. Hanson menghimpun dana masyarakat sebesar Rp 2,66 triliun dengan waktu jatuh tempo Oktober 2020. Otoritas Jasa Keuangan memerintahkan Hanson untuk mengembalikan dana plus bunga dari kegiatan penghimpunan dana tersebut.
Adapun total kewajiban yang harus ditanggung hingga akhir tahun ini saja mencapai Rp 1,07 triliun. Untuk membayar kewajiban tersebut, Hanson berencana mencari pendanaan. Satu opsi pendanaan yang kemungkinan ditempuh yakni menerbitkan obligasi konversi senilai Rp 1,1 triliun.
(Baca: Diduga Himpun Dana Ilegal, Hanson Janji Cicil Kembalikan Uang Investor)
Komisaris Hanson International V.R. Tata mengatakan, Benny merupakan garda terdepan dalam melakukan negosiasi dengan salah satu perusahaan properti dalam negeri untuk menjadi pembeli siaga (standby buyer) obligasi konversi tersebut.
"Itu salah satu opsi yang bakal dijalankan untuk membayar utang jangka pendek," kata Tata usai RUPSLB. Menurut dia, ada beberapa opsi pendanaan lainnya, namun ia belum mau membeberkannya secara rinci.
Ditemui usai RUPSLB, Benny irit bicara. Dia mengatakan perusahaan yang dipimpinnya itu akan tetap fokus pada bisnis properti. "Tetap jualan properti dari proyek yang sudah saat ini," kata dia.