PT Bukit Asam Tbk (PTBA) berencana membangun pelabuhan di Perajen, Kabupaten Banyu Asin, Sumatera Selatan senilai US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,2 triliun. Pelabuhan ini akan digunakan untuk mengangkut batu bara dari Tanjung Enim ke arah Utara.
Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin mengatakan pelabuhan tersebut bakal dibangun di lokasi yang strategis yakni di hilir Sungai Musi. Ia menilai, pelabuhan tidak akan mengganggu transportasi yang ada di sungai tersebut.
"Letaknya di ujung sehingga tidak memerlukan transit dan tidak menganggu transportasi Sungai Musi di jembatan Ampera 1, 2 dan 3," kata Arviyan di Jakarta, Senin (28/10). Pelabuhan tersebut akan dirancang untuk dapat menampung batu bara kapasitas 10 juta ton per tahun, dengan luas lahan 29 kilometer (km).
Saat ini, perusahaan masih melakukan pembebasan lahan. Bukit Asam menargetkan, pelabuhan itu bisa beroperasi pada 2024. Dengan adanya fasilitas tersebut, ia berharap kapasitas angkutan batu bara meningkat.
PTBA pun bekerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dalam rangka mengembangkan proyek angkutan batu bara jalur kereta api dengan kapasitas 60 juta ton per tahun pada 2024. Perseroan akan mengkaji pinjaman dari perbankan atau penggalangan dana lainnya.
(Baca: Bukit Asam Buka Peluang Akusisi Tambang Batu Bara)
Kedua perusahaan juga mengembangkan Dermaga Kertapati yang direncanakan beroperasi pada tahun ini, dengan kapasitas lima juta ton per tahun. Selain itu, keduanya mengembangkan jalur angkutan kereta api Tarahan I dan II dari Tanjung Enim ke arah Selatan.
Rencananya, kapasitas jalur yang sudah ada atau existing Tarahan I bakal ditingkatkan menjadi 25 juta per tahun pada 2020. Sedangkan Tarahan II bakal berkapasitas 20 juta ton per tahun pada 2024.
Pada Kuartal III 2019, laba bersih perusahaan turun 20,5% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp 3,1 triliun. Penurunan ini disebabkan oleh meningkatnya beban pokok pendapatan 12,9% menjadi Rp 10,5 triliun.
Biaya angkutan kereta api menjadi penyebab terbesar naiknya beban pokok pendapatan. Sebab, volume pengangkutan batu bara juga meningkat. Selain itu, biaya jasa penambangan naik karena rata-rata nisbah kupas atau stripping ratio bertambah.
(Baca: Hindari Pasar Tiongkok, Bukit Asam Perluas Pasar Non-Tradisional)
Nisbah kupas Bukit Asam naik 12% secara tahunan menjadi 4,6 bcm per ton hingga September 2019. Kenaikan ini disebabkan oleh produksi batu bara kalori tinggi atau 6.100 kkal/kg GAR mencapai 1,9 juta ton.
Di satu sisi, harga batu bara turun 7,8% yoy menjadi Rp 775.675 per ton. Hal ini disebabkan oleh harga pada indeks Newcastle turun 25% secara tahunan menjadi US$ 81,3 per ton.
Pendapatan perusahaan pun tercatat naik 1,37% yoy menjadi Rp 16,25 triliun. Sedangkan aset Bukit Asam mencapai Rp 25,2 triliun, dengan kas dan setara kas sebesar Rp 4,2 triliun per 30 September 2019.
(Baca: Harapan Bukit Asam untuk Dirut Holding BUMN Pertambangan yang Baru)