Ditolak Tiga Mitra Kontraktornya, Jababeka Batal Ganti Direksi

KATADATA/Arief Kamaludin
Pendiri dan Komisaris Utama PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) SD Darmono.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
18/7/2019, 17.30 WIB

PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) menjelaskan keputusan rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) terkait perubahan direksi dan komisaris pada 26 Juni lalu, bergantung pada diperolehnya persetujuan dari pihak ketiga termasuk kreditur. Namun, beberapa pihak ternyata tidak setuju dengan perubahan tersebut.

Dalam keterbukaan informasi yang disampaikan oleh perusahaan pada Rabu (17/7), Jababeka telah menerima surat dari pihak-pihak yang menyatakan tidak setuju atas perubahan pengendalian dan perubahan anggota direksi dan komisaris, yaitu PT Bhineka Cipta Karya, PT Praja Vita Mulia, dan PT Grha Kreasindo Utama.

"Karena itu, pengangkatan jabataban/posisi direksi dan anggota dewan komisaris yang baru tidak berlaku efektif apabila tidak terdapat persetujuan dari pihak ketika, termasuk kreditur perseroan," tulis surat yang ditandatangi oleh Direktur Utama KIJA Tedjo Budianto Liman yang menjabat sebagai Sekretaris Perusahaan usai RUPST tersebut.

(Baca: Berisiko Gagal Bayar Utang, Bursa Telusuri Perubahan Pengurus Jababeka)

Dengan demikian, saat ini susunan direksi dan dewan komisaris tidak mengalami perubahan. Artinya, perubahan yang terjadi pada RUPST lalu, yaitu pengangkatan Sugiharto sebagai Direktur Utama dan Aries Liman sebagai komisaris, menjadi batal. Sehingga, jajaran direksi dan komisaris perusahaan menjadi sebagai berikut:

Dewan Komisaris:
- Komisaris Utama: Setyono Djuando Darmono
- Wakil Komisaris Utama: Bacelius Ruru
- Komisaris: Hadi Rahardja
- Komisaris: Gan Michael

Direksi:
- Direktur Utama: Tedjo Budianto Liman
- Direktur: Hyanto Wihadhi
- Direktur: Tjahjadi Rahardja
- Direktur: Sutedja Sidarta Darmono
- Direktur: Setiawan Mardjuki
- Direktur: Basuri Tjahaja Purnama

Adapun, dalam lampiran terkait surat yang disampaikan oleh pihak-pihak terkait yang tidak setuju, disampaikan alasan penolakan tersebut. Bhineka Cipta Karya menyampaikan bahwa merasa sangat dirugikan dengan adanya isu tersebut yang dikhawatirkan berdampak pada progres pembayaran maupun kelangsungan bisnis mereka. Bhineka merupakan kontraktor dari anak usaha KIJA, PT Grahabuana Cikarang.

(Baca: Jababeka Terancam Gagal Bayar Utang Di Tengah Kinerja Keuangan Positif)

Alasan yang serupa juga disampaikan oleh Praja Vita Mulia selaku kontraktor yang berkepentingan atas kestabilan usaha KIJA dan entitas anaknya. Grha Kreasindo Utama yang berlaku sebagai kontraktor proyek di Morotai milik KIJA, menyebut pihaknya bingung dan resah dengan adanya isu perubahan direksi. Sehingga mereka keberatan dengan hasil keputusan RUPST tersebut.

Seperti diketahui, perubahan susunan direksi dan komisaris merupakan usulan dari PT Imakotama Investindo dan Islamic Development Bank. Keduanya adalah pemegang saham perusahaan dengan porsi kepemilikan masing-masing 6,38% dan 10,84%.

Perubahan direksi ini, berisiko membuat KIJA gagal memenuhi kewajiban (default) atas surat utang (notes) senilai US$ 300 juta yang diterbitkan pada 2016 dan 2017. Manajemen KIJA menyampaikan risiko default tersebut dalam keterbukaan informasi yang diunggah di situs Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Minggu (7/7).

(Baca: Dibangun Darmono, Jababeka Kini Jadi Incaran & Terancam Default Utang)

Padahal, dalam notes yang dikeluarkan anak usaha KIJA yaitu Jababeka International B.V, terdapat syarat dan kondisi yaitu, bila terjadi perubahan pengendalian maka perusahaan berkewajiban untuk memberikan penawaran pembelian kepada para pemegang notes. Harga pembeliannya sebesar 101% dari nilai pokok notes yang sebesar US$ 300 juta ditambah kewajiban bunga.

Bila perusahaan tidak mampu melaksanakan penawaran pembelian, maka Jababeka International B.V. akan berada dalam keadaan lalai atau default. "Kondisi lalai atau default tersebut mengakibatkan perseroan atau anak-anak perusahaan lainnya menjadi dalam keadaan lalai atau default pula terhadap masing-masing kreditur mereka lainnya," demikian tertulis dalam materi keterbukaan informasi.

Reporter: Ihya Ulum Aldin