PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP) berencana menggunakan jatah pendanaan mereka dari penawaran umum berkelanjutan (PUB) III senilai Rp 7 triliun yang akan habis pada Juni 2020. Tahun lalu NISP telah menerbitkan obligasi PUB III tahap I senilai Rp 1 triliun.
Presiden Direktur NISP Parwati Surjaudaja mengatakan, penerbitan obligasi selanjutnya yakni PUB III tahap II, akan dilakukan dengan minimal Rp 1 triliun. Namun, Parwati masih belum bisa memastikan perihal waktu penerbitannya karena NISP bakal memantau beberapa kondisi ke depannya.
"Kalau pasarnya kondusif, kami akan segera menerbitkan. Tergantung, karena kami lihat kondisi kenaikan suku bunga, 'kan cukup dinamis," kata Parwati ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (9/4).
Menurutnya, awal tahun ini, suku bunga acuan diprediksi masih akan mengalami kenaikan. Namun, seiring berjalannya waktu, diperkirakan suku bunga acuan akan relatif flat, bahkan ada kecenderungan untuk menurun. "Kalau (suku bunga) turun kita akan lebih menunggu, kita lihat optimalnya seperti apa," katanya.
(Baca: Genjot Kredit, Bank OCBC NISP Terbitkan Obligasi Rp 2 Triliun)
Pada kesempatan yang sama, Direktur NISP Johannes Husin juga sependapat jika mereka akan terus mengamati kondisi pasar sebelum menerbitkan obligasi. Dia menilai, kondisi pasar tahun ini bakal jauh lebih baik dari tahun lalu, yang sudah terlihat sejak triwulan pertama 2019.
Oleh karena itu, NISP membuka peluang untuk menerbitakan obligasi di kuartal kedua 2019. "Kita punya program (obligasi) berkelanjutan, prosesnya jadi cepat. Kuartal kedua kita lihat situasi dan kuartal 3 juga (lihat situasi)," kata Johannes. "Kalau kita lihat situasinya sudah kondusif. Kami berharap banyak tahun ini bisa dilakukan," katanya menambahkan.
Untuk Ekspansi Kredit
Direktur Independen NISP Hartati mengatakan, penerbitan obligasi berkelanjutan NISP ini bakal dilakukan untuk melakukan ekspansi penyaluran kredit. Dia mengatakan, obligasi tersebut bukan untuk membayar utang obligasi yang hatuh tempo pada tahun ini. "Untuk refinancing (utang obligasi jatuh tempo) dari dana sendiri," ujar Hartati.
Ada pun, utang obligasi jatuh tempo NISP tahun ini totalnya sebesar Rp 2,44 triliun yang terdiri dari lima seri obligasi, derdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
(Baca: BI Optimistis Kenaikan Rasio Intermediasi Akan Genjot Kredit Perbankan)
Dengan pendanaan dari obligasi yang digunakan untuk pemberian kredit, NISP menerapkan strategi pendanaan yang sama seperti tahun lalu. Pada 2018, NISP menerbitkan Obligasi Berkelanjutan II Tahap IV dengan nilai Rp 1,06 triliun dan Obligasi Berkelanjutan III Tahap I senilai Rp 1 triliun.
"Dana yang diperoleh dari hasil penerbitan obligasi tersebut telah digunakan seluruhnya oleh perseroan untuk pemberian kredit," kata Hartati.
Dengan adanya pendanaan dari obligasi, rasio kredit yang diberikan terhadap pendanaan alias loan to funding ratio (LFR) NISP tahun lalu berada jauh di bawah batas aman di angka 88,9%. Padahal, rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (DPK) alias loan to deposit ratio (LDR) mereka cukup ketat di angka 93,5%.
Dengan strategi pendanaan dalam penyaluran kredit tahun ini yang sama seperti tahun lalu, Parwati mengatakan, rasio-rasio LFR dan LDR tahun ini bakal dijaga levelnya sama seperti tahun lalu. Sementara, per Februari, LDR NISP berada di angka 88% sedangkan LFR 83%. "Sama seperti tahun lalu, sekarang (2019) LDR sekitar 92-95%, LFR sekitar 88%," katanya.
Selain itu, Parwati mengatakan, tahun ini mereka mengejar target pertumbuhan kredit di angka 10% hingga 15% dibandingkan 2018. Tahun lalu, kredit mereka tumbuh 11% secara year on year menjadi Rp 118 triliun.
(Baca: OJK Perkirakan Likuiditas Perbankan Membaik Tahun Ini)