Investor Asing Mulai Tarik Modal

Arief Kamaludin|KATADATA
KATADATA | Arief Kamaludin
Penulis:
Editor: Arsip
16/9/2014, 17.40 WIB

KATADATA ? Investor asing mulai menarik dananya dari Indonesia. Bursa Efek Indonesia mencatat dalam sepekan terakhir investor asing sudah menarik dananya hingga Rp 3,4 triliun. Aksi jual investor asing ini terjadi sejak 9 September, berturut-turut hingga hari ini.

Analis Equity Ascend Agus Susanto Benzaenuri mengatakan saat ini pasar modal Indonesia cenderung tertekan karena pelarian modal dari investor asing. ?Sekitar Rp 3 triliun, asing telah melepas sahamnya sejak pekan lalu. Dan hingga siang ini mencapai Rp 152 miliar,? ujar Agus kepada Katadata, Selasa (16/9).

Menurut dia, pelarian modal ini terjadi karena investor asing melakukan antisipasi terhadap keputusan kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (the Fed). Rencananya kebijakan moneter ini akan diumumkan setelah pertemuan pengambil kebijakan the Fed pada Rabu dan Kamis pekan ini.

Ada kekhawatiran bahwa pelarian modal asing akan berlanjut. Apalagi Moody?s Investor Service menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara  yang paling rentan terhadap pelarian modal asing atau sudden reversal.

Dalam laporan yang dipublikasikan rabu pekan lalu, Moody?s menilai Indonesia memiliki risiko besar terhadap sudden reversal, karena kondisi ekonomi dan kebijakan moneternya kurang tepat. Ditambah lagi nilai tukar rupiah yang relatif lemah terhadap dolar AS.

Pelarian dana asing ini akan terjadi, terutama jika the Fed menghentikan program stimulus moneternya (quantitative easing). Rencananya penghentian quantitative easing ini akan dilakukan pada Oktober tahun ini.

Moody?s mengatakan meski defisit neraca transaksi berjalan diperkirakan akan membaik, tapi beban utang pemerintah akan menjadi tantangan tersendiri. Saat ini porsi beban utang luar negeri pemerintah sudah mencapai 40 persen dari total utang luar negeri.

Moody?s juga menyinggung defisit net investment dan ketergantungan pada ekspor komoditas, merupakan salah satu faktor yang membuat Indonesia lebih sensitif terhadap sudden reversal dibandingkan negara Asia lainnya.

Reporter: Desy Setyowati, Safrezi Fitra