Efek WFH, Investor Ritel Lokal di Pasar Modal Meningkat selama Pandemi
Pandemi Covid-19 memberikan efek langsung kepada kegiatan pasar modal dalam negeri. Hal itu terlihat dari volume dan nilai transaksi yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan tahun lalu.
Rata-rata nilai transaksi harian sejak awal tahun ini hanya Rp 7,64 triliun, turun dibandingkan sepanjang 2019 yang senilai Rp 9,1 triliun. Begitu juga rata-rata volume harian sejak awal 2020 hanya 7,62 miliar unit saham, turun dari tahun lalu sebanyak 14,54 miliar unit saham.
Namun, rata-rata frekuensi perdagangan di pasar modal selama pandemi Covid-19 justru semakin tinggi. Sejak awal 2020 hingga perdagangan Jumat (3/7), nilai rata-rata frekuensi harian di Bursa Efek Indonesia sebanyak 515.817 kali, sedangkan tahun lalu sebanyak 468.804 kali.
Direktur Utama Danareksa Sekuritas Friderica Widyasari Dewi mengatakan meningkatnya frekuensi perdagangan di pasar modal pada tahun ini karena meningkatkan jumlah investor ritel dalam negeri. "Ini peluang cukup menarik untuk dicermati sekarang," kata Kiki, sapaan akrabnya, dalam dalam acara bertajuk Celah Berinvestasi Di Masa Krisis Covid-19 yang digelar Katadata secara virtual, Jumat (3/7).
Berdasarkan data KSEI hingga 29 Mei 2020, jumlah investor di pasar modal, baik saham, reksa dana, maupun obligasi tercatat sebanyak 2,81 juta investor. Jumlah tersebut meningkat hingga 13% dibandingkan posisi per akhir tahun lalu yang sebanyak 2,48 juta investor.
(Baca: Menangkap Peluang di Tengah Tantangan Ekonomi Pandemi Covid-19)
Dari total jumlah investor tersebut, sebanyak 1,19 juta merupakan investor saham yang mayoritas di usia produktif. Ada sebanyak 776.970 investor yang berusia antara 18 hingga 40 tahun. Sedangkan sisanya berusia 41 hingga 100 tahun.
Kiki menilai meningkatnya partisipasi investor ritel domestik ini ada kaitannya dengan penerapan sistem kerja dari rumah alias work from home di tengah pandemi Covid-19. "Mungkin karena di rumah banyak waktu, kemudian ngulik saham yang harus dibeli," kata Kiki.
Partisipasi investor ritel domestik itu pun membantu pasar modal dalam negeri. Salah satunya bagi perusahaan yang melaksanakan pencatatan saham perdana alias initial public offering (IPO). Hal itu terlihat dari penawaran saham-saham baru di Bursa Efek Indonesia yang diminati investor meski di tengah volatilitas pasar modal.
"Kalau kita lihat, ada beberapa perusahaan yang nekat untuk IPO. Ternyata memang mereka dibantu oleh keberadaan investor ritel domestik ini," ujarnya.
Seperti diketahui, banyak perusahaan yang menunda rencana IPO tahun ini. Namun, tidak sedikit pula yang tetap melakukan pencatat saham perdana. Berdasarkan catatan Katadata.co.id, sejak awal tahun tercatat ada 29 perusahaan yang IPO dengan total dana yang diraup mencapai Rp 4,04 triliun.