Hingga Akhir 2021 Masih Ada 83 Emiten Cari Dana Rp 52,56 T di Bursa

ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/hp.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso memberikan pemaparan saat acara Sarasehan Pemulihan Ekonomi Yogyakarta di Sleman, DI Yogyakarta, Sabtu (05/6/2021).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Lavinda
11/8/2021, 06.30 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat masih terdapat 83 penawaran umum yang sedang dalam proses (pipeline) masuk ke Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun ini. Nilai total dari seluruh penawaran tersebut ditaksir mencapai Rp 52,56 triliun.

"Sebanyak 40 penawaran umum di antaranya akan dilakukan melalui mekanisme initial public offering (IPO)," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam sambutan pembukaan perdagangan Selasa (10/8).

Dalam mengakomodasi penawaran umum tersebut, ke depan OJK berupaya meningkatkan basis suplai. Salah satunya dengan mengakomodasi calon emiten dari sektor ekonomi baru atau perusahaan rintisan (startup) untuk melantai di BEI.

"Mengakomodasi startup untuk melakukan IPO yang diharapkan dapat meramaikan perdagangan saham di BEI," kata Wimboh menambahkan.

Wimboh mengatakan, penghimpunan dana melalui pasar modal hingga 3 Agustus 2021 tumbuh 99,36% secara tahunan menjadi Rp117,94 triliun, berasal dari 27 emiten baru. Capaian ini hampir melampaui perolehan 2020 yang sebesar Rp 118,7 triliun.

Penghimpunan dana yang tersebut belum termasuk realisasi IPO perusahaan startup pertama yaitu, PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) yang baru saja efektif per tanggal 6 Agustus 2021 kemarin. Nilai IPO Bukalapak mencapai Rp 21,9 triliun.

"Kami yakin dapat kembali mencapai level sebelum pandemi Covid-19 yakni di akhir tahun 2021," kata Wimboh.

Antusiasme dan optimisme penghimpunan dana melalui pasar modal diharapkan dapat menjadikan pasar modal sebagai motor penggerak pemulihan ekonomi nasional.

Wimboh mengatakan pandemi Covid-19 menyebabkan mobilitas masyarakat terbatas sehingga terjadi penurunan konsumsi di masyarakat. Hal ini berdampak pada meningkatnya disposable income yang mengendap dalam bentuk simpanan di perbankan.

Selain itu, kebijakan fiskal dan moneter juga turut meningkatkan likuiditas di pasar. Implikasi dari kebijakan itu membuat masyarakat memiliki dana berlebih yang siap untuk diinvestasikan.

"Masyarakat kemudian mencari alternatif investasi lain yang memberikan return lebih tinggi, salah satunya instrumen pasar modal," kata Wimboh.

Hingga Juli 2021, investor pasar modal meningkat 93% secara tahunan menjadi 5,82 juta. Jumlah investor tersebut didominasi oleh investor ritel berusia di bawah 31 tahun.

Pertumbuhan investor tersebut mencapai dua kali lipat sejak awal pandemi. Wimboh mengatakan, pertumbuhan tersebut mencerminkan tingginya optimisme investor terhadap pasar modal Indonesia.

Reporter: Ihya Ulum Aldin