IHSG Ditutup Meroket 2,06%, Mampukah Bertahan Hingga Akhir 2021?

ANTARA FOTO/Galih Pradipta/ama. Covid-19
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (2/3/2019). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan, Senin (2/3/2019).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Lavinda
6/10/2021, 17.12 WIB

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup naik signifikan 2,06% menyentuh level 6.417 pada perdagangan Rabu (6/10). Kenaikan signifikan menjadi yang kedua kali setelah masuk Oktober 2021. Sebelumnya, perdagangan Senin (4/10), indeks ditutup naik 1,83% menjadi 6.342.

Berdasarkan RTI Infokom total volume transaksi pada perdagangan hari ini mencapai 33,29 miliar unit saham. Total tersebut di atas rata-rata volume transaksi harian sejak awal tahun hingga Selasa (5/10) sebanyak 19,66 miliar unit saham.

Hari ini, total nilai transaksi mencapai Rp 21,81 triliun, di atas rata-rata nilai transaksi bursa Rp 13,26 triliun sejak awal tahun. Selain itu, frekuensi hari ini mencapai 1,69 juta kali, di atas rata-rata 1,28 juta kali sejak awal tahun ini.

Kenaikan indeks komposit kali ini dipengaruhi oleh sejumlah sentimen. Analis Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas mengatakan pasar optimis terhadap kinerja indeks mengingat rilis data ekonomi membaik.

Salah satunya adalah data Purchasing Managers Index (PMI) September yang dirilis Jumat (1/10). Indeks PMI berhasil kembali ke zona ekspansi di 52,2 dari bulan sebelumnya 43,7 setelah dua bulan berturut-turut jatuh.

Penurunan kasus Covid-19 dan program vaksinasi yang terus dalam tren peningkatan menjadi faktor utama lainnya kenaikan indeks. Kasus Covid-19 di Indonesia sempat naik lagi pada periode Juni-Agustus 2021, karena penyebaran varian delta.

"Faktor pendorong kenaikan hari ini mayoritas disebabkan kenaikan saham perbankan di tengah aksi net buy asing," kata Sukarno kepada Katadata.co.id, Rabu (6/10).

Investor asing mencatatkan beli dengan nilai bersih mencapai Rp 4,82 triliun pada hari ini di seluruh pasar. Nilai beli bersih paling besar dilakukan di pasar reguler Rp 3,42 triliun, sementara di pasar non-reguler beli dengan nilai bersih Rp 1,4 triliun.

Berdasarkan data RTI Infokom, saham yang diborong oleh asing PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan nilai beli bersih Rp 986,1 miliar di pasar reguler. Harga saham bank milik negara tersebut ditutup naik hingga 4,83% menjadi Rp 4.120 per saham.

Saham lain yang diborong investor asing adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan nilai beli bersih Rp 757,4 miliar di pasar reguler. Harga saham bank milik Grup Djarum ini ditutup naik 3,38% menjadi Rp 35.900 per saham.

Sukarno mengatakan, secara teknikal, mengindikasi IHSG memang masuk dalam pola tren penguatan, meski pola penguatan jangka pendek. Untuk itu, ada peluang IHSG bisa melanjutkan kenaikan.

Meski begitu, mengingat kenaikan IHSG sudah tinggi dalam beberapa waktu terakhir, perlu diantisipasi adanya aksi ambil untung (profit taking) di area resistance yang bisa membuat indeks turun dulu.

"Namun, secara keseluruhan hingga akhir tahun diproyeksikan bisa di atas dari level saat ini ditengah aktivitas window dressing," kata Sukarno.

Hari ini, IHSG ditutup menembus level resistance 6.394, jika bisa bertahan di atasnya, ada peluang IHSG berlanjut ke level resistance 6.472 dan 6.504. Kenaikan bisa kembali terjadi jika level resistance tersebut tembus dalam waktu dekat.

"Kalau bisa tembus level itu dalam waktu dekat, level tertinggi sepanjang masa bakal terjadi dan indeks bisa ditutup di atasnya," ujar Sukarno.

Senior Vice President Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial mengatakan, hingga akhir 2021 IHSG bisa ditutup pada level 6.400 atau 6.500. Salah satu pendongkraknya, kenaikan harga komoditas utama seperti batu bara dan sawit.

"Hal ini cenderung membuat konsumsi domestik bertumbuh sangat positif dan berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi dan mendorong pertumbuhan profit emiten," kata Janson menjelaskan.

Harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) ditutup di harga US$ 280 per ton atau hingga 12,45% dibandingkan hari sebelumnya. Kenaikan ini menjadi yang tertinggi setidaknya sejak 2008. Sebelum tren penguatan ini, harga tertinggi baru bara pada 10 Januari 2011 di harga US$ 137 per ton.

Reporter: Ihya Ulum Aldin