Periode masa penguncian saham atau lock up bagi investor eksisting emiten perdagangan elektronik (e-commerce), PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) akan selesai pada akhir bulan ini. Meski begitu, harga saham Bukalapak terus menunjukkan tren penurunan dari harga penawaran umum perdana saham senilai Rp 850 pada Agustus tahun lalu.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, sampai dengan sesi pertama perdagangan Kamis (17/3), harga saham Bukalapak pada hari ini terpantau menguat 6,98% ke level Rp 276 per saham.
Namun, bila dilihat sejak awal tahun ini, saham Bukalapak ambrol 35,81%. Harga saham Bukalapak sejak pertama kali IPO tercatat mengalami penurunan sebesar 67,52%. Hal ini turut menggerus nilai kapitalisasi pasarnya yang kini berada di level Rp 28,45 triliun.
Seperti diketahui, berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.25 tahun 2017, pemegang saham eksisting sebanyak 32 pihak, tidak diperkenankan untuk menjual saham selama 8 bulan sejak periode efektifnya IPO Bukalapak.
Menyebut beberapa nama korporasi besar yang menjadi pemegang saham Bukalapak antara lain, Microsoft Corporation, Standard Chartered UK Holdings Limited, UBS AG London Branch. Selanjutnya, ada juga Grup Emtek melalui PT Kreatif Media Karya (KMK), PT Mandiri Capital Indonesia dan PT BRI Ventura Investama.
Techical Analyst PT Kanaka Hita Solvera, Andhika Cipta Labora menilai, saat ini pergerakan saham Bukalapak sudah mencerminkan fundamentalnya, di mana memang ketika emiten bersandi BUKA tersebut IPO, harganya cukup premium dengan keadaan kinerja laporan keuangan yang sedang negatif.
Adanya IPO GoTo juga dinilai Andhika akan menjadi katalis positif bagi Bukalapak untuk berbalik menguat (rebound) setelah mengalami penurunan harga saham yang cukup dalam dalam kurun waktu 8 bulan terakhir ini.
"Melihat pergerakannya yang cenderung turun secara agresif, besar kemungkinan BUKA akan mengalami rebound, apalagi dengan adanya IPO GoTo, ini akan menjadi sentimen positif untuk saham BUKA," kata kata Andhika, Kamis (17/3).
Ia menjelaskan, penurunan harga saham BUKA yang cukup signifikan tersebut lantaran investor merespons negatif kinerja keuangan Bukalapak pada periode kuartal ketiga tahun lalu yang masih membukukan kerugian bersih senilai Rp 1,12 triliun, sehingga, investor memilih untuk menjual sahamnya.
Selain itu, dana hasil IPO belum digunakan secara maksimal untuk ekspansi, dan masih berada di posisi kas yang nilainya mencapai Rp 23,6 triliun.
Sampai dengan September 2021, PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) mencatatkan rugi bersih Rp 766,23 miliar sepanjang semester I 2021. Jumlahnya menyusut 25,33% dari jumlah kerugian pada periode sama pada tahun lalu yang mencapai Rp 1,02 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan, unicorn pertama yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini mengantongi pendapatan neto Rp 863,62 miliar dalam enam bulan pertama 2021. Pendapatan tersebut tumbuh hingga 34,67% dari raihan omzet neto pada semester I-2020 sebesar Rp 641,28 miliar.
"Pendapatan Bukalapak mayoritas masih berasal dari marketplace, yakni sebesar Rp 529,18 miliar. Jumlah itu tumbuh 4,42% dibanding periode sama tahun lalu Rp 506,77 miliar," ujar Manajemen Bukalapak dalam keterangan tertulis, Rabu (1/9).