Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, jumlah investor di pasar modal mencapai 8,88 juta hingga 3 Juni 2022. Angka tersebut naik hampir tiga kali lipat jika dibandingkan dengan jumlah investor pada 2019.
Pada 2019, jumlah investor pasar modal sebanyak 2,48 juta. Kemudian, pada 2020 menjadi 3,88 juta dan meningkat lagi menjadi 7,48 juta investor pada 2021.
Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal I OJK Djustini Septiana mengatakan, mayoritas investor adalah generasi milenial.
"“Ini artinya lima atau 10 tahun ke depan generasi milenial lah yang akan menguasai pasar modal. Meskipun untuk saat ini, kepemilikan aset oleh investor masih didominasi oleh kelompok kolonial usia di atas 51 tahun,” kata Djustini dalam Media Briefing OJK, Selasa (14/6).
Djustini menjelaskan, total kepemilikan aset oleh investor di bawah usia 31 tahun sebesar Rp 53,77 triliun, investor usia 31-40 tahun sebesar Rp 98,73 triliun, kelompok usia 41-50 tahun sebesar Rp 165,83 triliun, usia 51-60 tahun sebesar Rp 243,30 triliun, dan investor berusia 51 tahun ke atas sebesar Rp 553,09 triliun.
Sementara itu, penghimpunan dana di pasar modal hingga 3 Juni 2022 mencapai Rp 94,02 triliun yang berasal dari 81 penawaran umum. Dengan rincian, sebanyak 19 perusahaan melakukan penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) senilai Rp 17,73 triliun.
Kemudian 11 penawaran umum terbatas (PUT) senilai Rp 11,99 triliun, tujuh penawaran umum efek berbasis utang dan sukuk (EBUS) senilai Rp 9,08 triliun, delapan penawaran umum berkelanjutan (PUB) EBUS tahap I senilai Rp 10,02 triliun, serta 36 PUB EBUS tahap II senilai Rp 45,2 triliun.
Lebih lanjut, Djustini menyampaikan bahwa saat ini terdapat 57 perusahaan yang berada dalam pipeline IPO dan mengincar dana sebesar Rp 18,15 triliun. Seluruh perusahaan tersebut diharapkan dapat efektif hingga akhir tahun ini.
Sebanyak delapan perusahaan berasal dari sektor teknologi dengan nilai indikasi sebesar Rp 7,36 triliun. Kemudian, 49 perusahaan lainnya yang berada dalam pipeline IPO yakni, lima perusahaan dari sektor bahan baku dengan nilai indikasi mencapai Rp 372,6 miliar, tujuh perusahaan dari sektor konsumer primer dengan nilai indikasi sebesar Rp 342,1 miliar, dan 13 perusahaan konsumer non primer senilai Rp 2,5 triliun.
Selanjutnya, tiga perusahaan dari sektor finansial dengan nilai Rp 89,8 miliar, dua perusahaan dari sektor kesehatan dengan nilai indikasi mencapai Rp 102,8 miliar, dan empat perusahaan dari sektor energi dengan nilai mencapai Rp 5,6 triliun.
Sebanyak tiga perusahaan dari sektor industri dengan nilai indikasi Rp 129,7 miliar, dan enam perusahaan sektor infrastruktur dengan nilai indikasi mencapai Rp 404,4 miliar.
Lalu, tiga perusahaan dari sektor transportasi dan logistik dengan nilai mencapai Rp 729,7 miliar dan tiga perusahaan properti dan real estat dengan nilai indikasi Rp 249,3 miliar.