Kripto Diatur RUU Sektor Keuangan, Jadi Mata Uang atau Komoditas?

Bloomberg
Ilustrasi mata uang kripto.
10/10/2022, 20.51 WIB

Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) sudah resmi masuk ke dalam daftar program legislasi nasional (Prolegnas) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Salah satu yang pembahasan yang mendapatkan perhatian luas adalah mengenai aset kripto yang masuk sebagai ITSK (Inovasi Teknologi Sektor Keuangan). 

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan bahwa konsekuensi diaturnya aset kripto berdampak pada pengawasan. Dia mengatakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) akan ikut mengawasi instrumen investasi ini.

Padahal, selama ini aset kripto diatur oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Makanya Bhima mempertanyakan kewenangan pengawasan kripto di masa depan. 

“Tentu ini membuat banyak pihak bertanya, bagaimana aset kripto didefinisikan ke depannya, apakah sebagai mata uang atau komoditi?,” kata Bhima Yudistira dalam keterangan resmi, Senin (10/10).

Bhima juga menjelaskan, dalam Pasal 205, pihak yang menyelenggarakan ITSK wajib menyampaikan data dan informasi ke Bank Indonesia dan OJK sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.  Dalam Pasal 205 ayat 1, BI dan OJK melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan ITSK sesuai dengan ruang lingkup kewenangannya.

Dia mengatakan, kondisi ini menimbulkan pertanyaan: apakah pengawasan akan tumpang tindih karena BI dan OJK tak mengatur perdagangan komoditas. Sedangkan di negara lain, regulator kripto dilakukan oleh bursa berjangka komoditas.

“Konsekuensi dari pasal-pasal tersebut bertolak belakang dengan regulasi sebelumnya yang menjadikan Bappebti sebagai otoritas yang mengatur dan mengawasi aktivitas aset kripto di Indonesia," kata Bhima.

Bhima yang juga menambahkan, sebagai contoh di Amerika Serikat, perdagangan aset kripto tunduk di bawah wewenang Commodity Futures Trading Commission (CFTC) yang mengatur perdagangan berjangka komoditi. Bukan oleh Securities and Exchange Commission (SEC) yang mengatur perdagangan efek.

Pada Agustus lalu, Senat Amerika Serikat telah mengeluarkan RUU yang dengan tegas mengklasifikasi aset kripto sebagai komoditi dalam naungan CFTC yang serupa dengan Bappebti di Indonesia.

Meskipun pasar aset kripto sedang mengalami penurunan harga, namun jumlah investor aset kripto terus menembus 15,5 juta orang dari data terakhir. Nilai aset kripto juga menembus Rp 33,2 triliun per bulan hingga Juli 2022.

Dari hasil riset yang dilakukan CELIOS pada September 2022,  posisi aset kripto berada di nomor tiga tertinggi dibandingkan jenis investasi lainnya seperti emas, dan surat utang pemerintah (SBN). 

Dengan melihat pasar yang cukup besar, dan memerlukan infrastruktur yang mumpuni, Bhima berpendapat bahwa sudah selayaknya Bappebti ikut dilibatkan aktif dalam pembahasan RUU PPSK terkait posisi aset kripto. 

Bappebti pun saat ini sedang membenahi infrastruktur pasar aset kripto, sehingga perlu koordinasi dan harmonisasi regulasi dengan OJK maupun BI.

“Kalaupun aset kripto akan diatur dalam RUU PPSK kami menekankan pengawasan aset kripto sebagai komoditi berada di bawah otoritas yang memang mengatur dan mengawasi perdagangan komoditi, yakni Bappebti," kata Bhima.

Reporter: Zahwa Madjid