DBS Group Prediksi Saham Teknologi Jadi Beban IHSG Tahun Depan
DBS Group memproyeksikan, saham teknologi masih akan tertekan depan. Namun, tekanan dan dampaknya terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tidak sebesar tahun ini.
Head of Reaserch DBS Group Maynard Arif menyampaikan, sentimen yang dapat menekan saham emiten teknologi yakni perusahaan tidak bisa mengurangi kerugian.
Sentimen negatif lainnya yakni target untuk mencapai titik impas alias break even meleset. Break even yakni pendapatan yang diperoleh perusahaan sama dengan modal yang dikeluarkan.
"Mungkin masih ada beban (pada 2023), tetapi tidak separah tahun ini,” kata Maynard dalam acara Group Interview bersama Ekonom Bank DBS - Menilik Kondisi Pasar dan Ekonomi Tahun 2023 di Jakarta, Selasa (6/12).
“Kami berharap, kinerja mereka lebih baik tahun depan, terutama dari sisi (upaya) menekan biaya,” tambah dia.
Menurut dia, investor memerhatikan beberapa hal dari emiten teknologi, yakni:
- Bagaimana perusahaan teknologi dapat bertahan
- Bagaimana emiten teknologi menjaga biaya
- Bagaimana emiten teknologi menekan kerugian
- Bagaimana perusahaan teknologi tumbuh stabil
"Investor saat ini tidak begitu fokus terhadap pertumbuhan pendapatan, penjualan ataupun pangsa pasar. Mereka melihat ketahanan, karena perusahaan teknologi semuanya rugi dan kerugiannya besar," katanya.
Terlebih lagi, ia mencatat bahwa valuasi perusahaan teknologi di Indonesia relatif lebih mahal ketimbang di regional. Padahal, biaya yang dikeluarkan atau kerugiannya lebih besar.
“Oleh karena itu, kami menilai bahwa saham teknologi masih akan tertekan tahun depan,” ujar Maynard.
DBS Group juga menyampaikan proyeksinya terhadap IHSG secara keseluruhan tahun depan, yaitu:
- Skenario dasar: IHSG mencapai level psikologis 7.700 dengan asumsi pertumbuhan valuasi Price to Earnings Ratio (PER) rerata 16 kali, kenaikan suku bunga melambat, serta nilai tukar rupiah membaik.
- Skenario paling optimis: 8.200 hingga 8.300, dengan asumsi suku bunga acuan global turun dan harga komoditas tetap tinggi.