Banyak Saham IPO Baru yang Ambles, BEI Soroti Kinerja Penjamin Emisi
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menyoroti soal banyaknya perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) atau pencatatan umum perdana saham yang kualitasnya berkurang.
Sehingga beberapa saham baru justru ambles ke level terendah padahal baru tercatat di papan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI).
Menanggapi hal tersebut, Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, pihaknya menyoroti kinerja penjamin emisi efek atau underwriter. Sebab posisi underwriter sangat strategis sebagai promotor perusahaan yang akan IPO.
"Kami akan melihat lagi dan melakukan assessment terhadap performance underwriter. Posisi underwriter adalah posisi sangat strategis yaitu sebagai pihak yang paling mengerti terkait kondisi perusahaan yang naik ke pasar modal," ujar Nyoman saat ditemui di Gedung BEI, Rabu (8/3).
Nyoman juga mengatakan, BEI akan menilai kinerja underwriter dan membuat laporan secara periodik.
"Kedua, kami sedang melakukan pemanggilan atas underwriter-underwriter yang menurut pendapat kami, perlu diajak komunikasi terkait proses dan pemilihan mereka untuk promote perusahaan sebelum masuk ke bursa. Yang ketiga adalah edukasi, kami menyelenggarakan workshop secara periodik dan komprehensif dan mengingatkan hal-hal penting yang perlu diketahui," kata Nyoman.
Penjamin emisi efek adalah sering disebut dengan underwriter adalah pihak yang membuat kontrak dengan emiten untuk melakukan penawaran umum bagi kepentingan emiten. Dalam hal ini, kontrak dibuat dengan atau tanpa kewajiban penjamin emisi efek untuk membeli sisa efek yang tidak terjual.
Sebagai informasi, Ketua BPKN Rizal E Halim melihat adanya indikasi kejahatan pasar modal yang berpotensi merugikan masyarakat.
Rizal menggunakan istilah "white collar crime" dan "corporate crime" adalah salah satu kejahatan pasar modal dalam bentuk manipulasi harga saham dan ini bertentangan dengan Undang-Undang (UU) No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, khususnya pasal 91 dan 92.
Pada pasal 91 disebutkan setiap pihak dilarang melakukan tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga efek di bursa efek.
"Indikasi tersebut jika memang benar terjadi tentu akan menjadi batu sandungan terhadap upaya self regulatory organization oleh yaitu Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) untuk mempromosikan pasar modal sebagai wadah investasi yang menguntungkan. Ini tentu menjadi ujian juga terhadap kredibilitas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai wasit pasar modal," katanya.
Selain itu, istilah 'menggoreng saham' saat ini menjadi istilah yang cukup populer, setidaknya bagi masyarakat perkotaan. Menurut dia, krisis keuangan skala raksasa yang menimpa PT Asuransi Jiwasraya yang diduga terkait dengan skandal 'saham gorengan', membuat istilah ini semakin populer.