Pemerintah Kaji Regulasi Bursa Karbon dengan Singapura

ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/tom.
Foto udara kawasan hutan lindung Jayagiri di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Jumat (16/62023). Data dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mencatat, Indonesia menjadi negara kedelapan yang memiliki hutan terluas di dunia dengan luas mencapai 92 juta ha yang diharapkan mampu menyerap emisi karbon dari persoalan iklim secara global.
Penulis: Zahwa Madjid
Editor: Lona Olavia
15/8/2023, 14.59 WIB

Pemerintah Indonesia sedang mengkaji regulasi untuk penerapan bursa karbon. Mendukung hal itu, Kementerian Perekonomian telah membicarakan dengan pengelola dan pelaku bursa karbon di Singapura.

“Ini masih awal sekali isu karbon di kita dan ini ada teman-teman dari asosiasi Apindo, AEI dan penyelenggara bursa yang sedang selenggarakan di Cina dan ASEAN yang akan gulirkan isu bursa karbon,” ujar Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso kepada wartawan di Jakarta, dikutip Selasa (15/8).

Susiwijono menjelaskan, di Singapura perdagangan bursa karbon menganut sistem sukarela. Artinya perdagangan tidak diregulasikan oleh pemerintah.

“Kami review perlu regulasi apa saja dan beberapa negara voluntary dan tidak regulated. Singapura voluntary jadi seperti business to business,” ujar Susiwijono.

Penerapan perdagangan bursa karbon secara voluntary menjadi pertimbangan baru pemerintah. Kendati demikian, bursa karbon di Tanah Air diarahkan untuk sistem yang teregulasi.

“Kami akan regulasi, tapi harus didetailkan. Kami sudah diskusi dengan teman-teman. Selain carbon exchange ini, trading dan tax belum jelas. Perpajakan ini Kemenkeu kajiannya. Tapi ini isu penting semua, regulasi seperti apa,” katanya.

Diberitakan sebelumnya, Chairman Indonesia Carbon Trading Association Riza Suarga mengatakan, bursa karbon yang akan diterapkan di Indonesia unik karena belum ada contoh suksesnya di tempat lain. Berbeda dengan pasar wajib atau emission trading system seperti di Uni Eropa, Indonesia akan menerapkan pasar sukarela yang teregulasi.

Dalam mekanisme ini, Riza menyebut harga pasar karbon akan ditentukan oleh standarisasi yang diterima oleh pasar. 

“Bursa akan membutuhkan likuiditas dan saat ini permintaannya ada di off takers internasional,” katanya kepada Katadata.co.id. 

Riza menyebut bursa karbon di Indonesia akan menjadi semacam marketplace untuk kredit karbon sukarela. Selama bursa karbon tidak terlalu banyak diregulasi, ia optimistis harga pasar karbon akan berfluktuasi. Selain itu, ia menyebut penting agar penyelenggara bursa karbon memiliki rekam jejak solid untuk menjamin kepercayaan pasar.

Reporter: Zahwa Madjid