Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kian melemah jelang akhir tahun. Chief Executive Officer Schroders Investment Management, Michael Tjoajadi menyebut meskipun IHSG turun, tetapi tidak merosot secara signifikan.
“Tapi kan minusnya tidak banyak, flat. IHSG kan tertinggi 7.300 tapi awal tahun sekarang kan lebih 6.780 ya, flat lah tidak minus ya kan,” kata Michael kepada Katadata.co.id, Jumat (27/10).
Meski begitu melihat kondisi global saat ini, ia menyarankan, agar investor sebaiknya menurunkan tingkat investasi resiko. “Opsinya apakah dia menurunkan itu ke obligasi atau menurunkan itu ke balance fund,” ucapnya.
Dana asing tercatat mengalami banyak arus keluar yang signifikan akhir-akhir ini. Hal tersebut disebabkan kenaikan suku bunga, ketidakpastian geopolitik di Timur Tengah, dan dampaknya terhadap harga minyak.
Lalu dipicu kenaikan inflasi akibat konflik di Timur Tengah yang mendorong kenaikan suku bunga, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di Amerika Serikat dan negara lain. Hal ini memunculkan ketidakpastian di pasar dan mendorong investor untuk mencari investasi yang lebih aman.
Namun ia mengatakan situasi ini kemungkinan bersifat sementara. Jika ketidakpastian geopolitik mereda dan inflasi stabil kembali, investor akan kembali ke pasar. Sementara harga minyak juga menjadi faktor penting sebab konflik di Timur Tengah dapat mempengaruhi pasokan minyak dan harga minyak dunia.
Sebelumnya, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa, Bursa Efek Indonesia (BEI) Irvan Susandy berharap IHSG akan baik sampai akhir tahun. Meskipun BEI tak diperbolehkan berbicara perihal proyeksi saham, tetapi Irvan mengharapkan pasar modal akan terus positif hingga akhir tahun.
“Insya Allah sih baik lah sampai akhir tahun, biasa itu kalau IHSG naik turun,” katanya di Gedung BEI, Kamis (26/10).
Adapun IHSG hari ini, Jumat (27/10) menguat 58,29 poin atau 0,87% ke level 6.772 pada penutupan perdagangan sesi pertama hari ini, Jumat (26/10). Data perdagangan BEI pada sesi satu tadi menunjukkan nilai transaksi saham hari ini tercatat mencapai Rp 4,65 triliun dengan volume 9.515 miliar saham dan frekuensi sebanyak 647.160 kali.