Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau DPR RI akan menindaklanjuti kasus gratifikasi proses penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Anggota Komisi XI DPR, Puteri Anetta Komarudin, mengatakan bahwa Komisi XI DPR telah menjadwalkan Rapat Kerja bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ia menyebut pertemuan yang akan membahas gratifikasi bernilai miliaran tersebut bakal dilaksanakan pada September 2024 ini.
“Isu mengenai kasus ini tentu akan kami suarakan,” kata Puteri ketika dihubungi Katadata.co.id, Selasa (3/9).
Tak hanya itu, Puteri juga mengatakan rapat tersebut bertujuan agar DPR mendapatkan klarifikasi langsung dari OJK. Hal itu termasuk penjelasan mengenai upaya penindakan dan langkah-langkah perbaikan yang akan dilakukan oleh OJK.
BEI Pecat Lima Karyawan yang Terlibat Gratifikasi IPO
Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad, membenarkan bahwa telah terjadi pelanggaran etika yang melibatkan oknum karyawan bursa. Oleh sebab itu, BEI telah melakukan tindakan disiplin sesuai dengan prosedur serta kebijakan yang berlaku.
“BEI berkomitmen memenuhi prinsip good corporate governance melalui penerapan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) melalui implementasi ISO 37001:2016,” tulis Kautsar dalam keterangan resminya, Senin (26/8).
Dengan demikian, otoritas BEI menegaskan seluruh karyawannya dilarang menerima gratifikasi dalam bentuk apapun atas layanan atau transaksi yang dilakukan BEI dengan pihak ketiga. Hal itu tidak terbatas pada uang, makanan, barang dan/atau jasa.
Sebelumnya, lima karyawan Divisi Penilaian Perusahaan BEI diduga meminta imbalan berupa uang untuk memfasilitasi pencatatan saham emiten di BEI. Nilai gratifikasi yang diperkirakan mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah per emiten ini dilaporkan telah berlangsung selama beberapa tahun.
Menurut surat yang diterima oleh ruang wartawan BEI, praktik gratifikasi ini melibatkan beberapa emiten yang saat ini sahamnya telah tercatat di bursa. Selain itu, imbalan uang yang diterima oleh para oknum berkisar antara ratusan juta hingga satu miliar rupiah untuk setiap emiten.
Lebih jauh, dalam pemeriksaan ditemukan bahwa para oknum tersebut diduga membentuk perusahaan jasa penasihat secara terorganisir. Dari perusahaan ini, terakumulasi dana sekitar Rp 20 miliar. Kasus ini mengungkapkan adanya dugaan praktik korupsi yang serius di BEI dan saat ini sedang dalam penyelidikan lebih lanjut.
Sementara itu, OJK mendukung Bursa Efek Indonesia (BEI) menjatuhkan sanksi tegas kepada oknum yang terlibat dalam kasus dugaan gratifikasi IPO yang bernilai miliaran itu. Lemabag tersebut juga melarang semua pegawainya terlibat dalam praktik penyuapan, termasuk menerima gratifikasi saat menjalankan tugas dan fungsinya.
"BEI telah berkoordinasi dengan OJK dan OJK mendukung langkah tegas BEI menjatuhkan sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar untuk menjaga integritas serta kepercayaan kepada institusi," ujar Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK Aman Santosa, dalam keterangan resmi, Rabu (28/8).
Aman mengatakan hal ini merupakan respons OJK terhadap pemberitaan di beberapa media massa terkait dugaan adanya praktik gratifikasi pada proses IPO. Dengan demikian, OJK sedang mendalami potensi keterkaitan pegawai OJK dalam hal tersebut.
“Sejauh ini belum menemukan indikasi pelanggaran oleh pegawai OJK terkait dengan penawaran umum," ujarnya.