Dua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), yakni PT Totalindo Eka Persada Tbk (TOPS) dan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR) atau Bank BJB, kini terjerat kasus korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mengungkapkan bahwa salah satu emiten telah merugikan negara hingga Rp 223 miliar. Selain itu, ditemukan dugaan markup dalam penempatan iklan sepanjang periode 2021 hingga 2023, dengan nilai total sekitar Rp 200 miliar. Diduga, sebagian dana tersebut disalurkan kepada sejumlah pejabat terkait.
Tersangka Kasus Korupsi, KPK Tahan 3 Petinggi Totalindo Eka Persada
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan tiga orang tersangka petinggi Totalindo Eka Persada dalam kasus korupsi pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta, pada Rabu (18/9). Tiga tersangka tersebut di antaranya:
- Direktur Utama Totalindo Eka Persada, Donald Sihombing (DNS)
- Komisaris Totalindo Eka Persada, Saut Irianto Rajagukguk (SIR)
- Direktur Keuangan Totalindo Eka Persada, Eko Wardoyo (EKW)
Kemudian, pihak yang terlibat lainnya yakni Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory C. Pinontoan (YCP) dan Senior Manager Divisi Usaha atau Direktur Pengembangan Perumda, Indra S. Arharrys (ISA).
"KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 18 September 2024–7 Oktober 2024. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang Gedung KPK Merah Putih," demikian tertulis dalam rilis resmi KPK, dikutip Kamis (26/9).
KPK menyatakan bahwa tersangka YCP dan lainnya diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, mereka juga dikenakan Pasal 55 ayat (1) ke-1 dari KUHP.
Kerugian negara atau daerah akibat kasus ini diperkirakan mencapai Rp 223 miliar. KPK menyebut kasus ini terkait dengan penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada periode 2019-2021.
Kerugian tersebut berasal dari nilai pembayaran bersih yang diterima PT Totalindo Eka Persada dari Perumda Pembangunan Sarana Jaya sebesar Rp 371 miliar. Jumlah ini dikurangi dengan biaya transaksi riil PT Totalindo dengan pemilik tanah awal, PT Nusa Kirana Real Estate, sebesar Rp 147 miliar, yang mencakup pajak, BPHTB, dan biaya notaris.
Bursa Efek Indonesia (BEI) juga meminta klarifikasi lebih lanjut terkait kasus yang melibatkan PT Totalindo Eka Persada. Corporate Secretary Totalindo, Boaz Dody Farulian mengatakan bahwa dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPS) pada 11 Juli 2024, diputuskan untuk mengangkat Donald Sihombing sebagai Direktur Utama perusahaan. Direktur tersebut saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Mengenai kelangsungan proyek perusahaan, Boaz menegaskan bahwa hingga 20 September 2024, semua proyek perusahaan masih berjalan normal. Keputusan yang sebelumnya diambil oleh Direktur Utama yang tersangka tersebut akan dikelola oleh direktur lain yang diberi kuasa oleh perusahaan.
“Perseroan telah melakukan investigasi terhadap kasus tersebut,” kata Boaz dalam keterangannya, dikutip Kamis (26/9).
Dugaan Korupsi Dana Iklan Bank BJB Rp 200 Miliar
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mengusut dugaan korupsi terkait penempatan dana iklan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR) atau Bank BJB Penyelidikan KPK mengungkap bahwa Bank BJB diduga melakukan markup terhadap dana penempatan iklan selama periode 2021 hingga 2023, dengan nilai total sekitar Rp 200 miliar. Kasus ini juga mencurigakan karena ada indikasi bahwa sebagian dari dana tersebut mengalir ke pejabat.
Bursa Efek Indonesia (BEI) juga meminta klarifikasi lebih lanjut kepada Bank BJB. Dalam permintaannya, BEI meminta Bank BJB untuk memberikan penjelasan menyeluruh mengenai beberapa hal. Pertama, latar belakang dan rincian kasus dugaan korupsi tersebut, serta bagaimana kasus ini berkembang sejauh ini.
Kedua, BEI menuntut informasi mengenai daftar pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dan status hukum masing-masing pihak tersebut.
Ketiga, BEI juga menginginkan klarifikasi mengenai apakah kasus ini memiliki dampak material terhadap perusahaan, termasuk potensi pengaruhnya terhadap rencana penerbitan Obligasi Berkelanjutan I Bank BJB Tahap I Tahun 2024.
Permintaan ini bertujuan untuk memastikan transparansi dan integritas pasar modal serta melindungi kepentingan investor.
Alih-alih menjawab sederet pertanyaan yang dicecar BEI, Sekretaris perusahaan Bank BJB, Widi Hartoto justru mengatakan Bank BJB senantiasa menjunjung tinggi prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam setiap kegiatan operasionalnya. Hal itu termasuk dalam hal penempatan iklan dan kerjasama dengan pihak ketiga.
Tak hanya itu, ia juga menyampaikan perseroan selalu menghormati setiap proses hukum yang berlangsung. Bank BJB juga akan bekerja sama sepenuhnya dengan aparat penegak hukum untuk memastikan bahwa seluruh proses berjalan dengan objektif dan transparan.
“Kami meyakini bahwa Bank BJB senantiasa menjalankan praktik yang sesuai dengan prinsip- prinsip tata kelola yang baik,” kata Widi dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (18/9).
Lebih lanjut, Widi mengatakan hingga penjelasan ini dimuat tidak ada tuntutan hukum yang dihadapi oleh pengurus, pegawai, maupun perseroan terkait pemberitaan tersebut.
Oleh karena itu, perseroan dan direksi tidak mengambil tindakan hukum apa pun. Perseroan yakin bahwa pemberitaan yang beredar tidak akan mempengaruhi kegiatan operasional maupun layanan yang diberikan kepada nasabah.
Perseroan tetap berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dengan menjaga integritas. Seluruh aktivitas perseroan tercermin dalam laporan yang diaudit oleh auditor independen pada setiap kegiatan operasionalnya.
Selain itu, terkait rencana aksi korporasi untuk penerbitan Obligasi Berkelanjutan I Bank BJB Tahap I Tahun 2024, kata Widi, proses tersebut akan tetap berjalan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
“Tidak terdapat informasi/kejadian penting lainnya yang material dan dapat mempengaruhi kelangsungan hidup perseroan serta mempengaruhi harga saham BJBR,” jelasnya.