Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap alasan dibalik sepinya aktivitas perdagangan Bursa Karbon meski sudah satu tahun beroperasi. Kepala Departemen Pemeriksaan Khusus, Pengawasan Keuangan Derivatif, Bursa Karbon, dan Transaksi Efek OJK I Made Bagus Tirthayatra mengatakan, perkembangan bursa karbon sangat dipengaruhi oleh keputusan pemerintah, termasuk penetapan besaran pajak karbon (carbon tax).
Menurutnya, banyak faktor yang berperan, bukan hanya OJK atau satu hingga dua kementerian, melainkan kolaborasi berbagai kementerian menjadi kunci utama.
“OJK siap berkontribusi dengan berbagai kelembagaan untuk meningkatkan hal tersebut,” kata Bagus kepada wartawan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (4/12).
Peran OJK lebih berfokus pada perdagangan karbon di pasar sekunder. Adapun untuk mendorong perkembangan perdagangan karbon, diperlukan upaya meningkatkan sisi pasokan dan permintaan, termasuk kebijakan perpajakan dan faktor pendukung lainnya.
Demi mengejar target 2025, peran utama OJK adalah memastikan pengawasan bursa karbon berjalan baik melalui infrastruktur pengawasan yang memadai demi melindungi investor. Namun, untuk target supply dan demand perdagangan karbon belum bisa membeberkan target transksi untuk bursa karbon. Ia mengaku hal itu perlu melibatkan koordinasi dengan banyak kementerian dan lembaga.
Demi menarik minat investor di pasar modal, OJK telah mendorong inisiatif seperti laporan keberlanjutan dan penerapan kewajiban terkait inisiatif hijau, yang diharapkan dapat mendukung perkembangan perdagangan karbon.
“Itu pada akhirnya akan mengusut untuk semakin memperbesar peluang untuk emiten berkontribusi juga dalam bursa karbon,” ucapnya.
BEI Ungkap Alasan Bursa Karbon Masih Sepi Setelah Setahun Diluncurkan
Sebelumnya Bursa Efek Indonesia (BEI) membeberkan alasan bursa karbon sepi. Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa, Irvan Susandy, mengatakan salah satu faktor keberhasilan bursa karbon di beberapa negara adalah adanya pajak karbon. Menurut dia, aktivitas pajak bursa karbon akan naik apabila pajak karbon ditetapkan dan nilainya lebih tinggi daripada harga jual beli karbon di pasar.
“Jadi salah satu yang kami harapkan adalah adanya karbon tax agar bursa karbonnya ramai,” kata Irvan kepada wartawan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Kamis (19/9).
Di samping itu, Irfan mengatakan, masih diperlukan banyak sosialisasi dan edukasi mengenai emisi karbon. Bursa Efek Indonesia juga perlu melakukan koordinasi dengan kementerian terkait emisi karbon. Dengan adanya bursa karbon, diharapkan menjadi salah satu infrastruktur yang dapat menunjang proses pengurangan emisi karbon di Indonesia.
Dia berharap koordinasi terus dilakukan dengan Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, pemerintah, dan OJK untuk mendukung pengurangan emisi karbon melalui bursa karbon.
“Karena banyak faktor yang di luar kontrol kami sebagai bursa, termasuk kebijakan pemerintah, carbon tax, dan lain-lain,” ucapnya.