PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) memberikan respons terkait kebijakan pemerintah mengenai kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, yang akan berlaku mulai tahun 2025.
Direktur Keuangan dan Administrasi KSEI, Imelda Sebayang menyampaikan, hingga saat ini KSEI masih menunggu petunjuk pelaksanaan (juklak) dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terkait penerapan tarif PPN 12%. Hal ini khususnya berkaitan dengan transaksi saham dan surat berharga.
Oleh karena itu, KSEI berupaya terus menjalin komunikasi intensif dan melakukan kajian bersama konsultan pajak.
“Sejauh ini kami belum melihat dampaknya. Apabila ada, sebagai bagian dari tanggung jawab kami, pasti akan diumumkan,” kata Imelda dalam media gathering perayaan HUT ke-27 KSEI di Jakarta, Senin (23/12).
Meski KSEI mengaku, belum ada dampak dari adanya kabar kenaikan tarif PPN, kinerja pasar modal Indonesia sudah menunjukkan adanya penurunan.
P.H Sekretaris Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), Aulia Noviana Utami Putri mencatat, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 4,65% pada periode 16-20 Desember 2024, turun ke level 6.983, dibandingkan dengan 7.324 pada pekan sebelumnya.
Selain itu, rata-rata nilai transaksi harian BEI mengalami penurunan signifikan sebesar 39,36%, menjadi Rp 12,25 triliun dari sebelumnya Rp 20,19 triliun. Volume transaksi rata-rata harian juga turun 17,71%, mencapai 19,19 miliar lembar saham dari 23,32 miliar lembar saham pada pekan lalu.
Kapitalisasi pasar bursa tercatat terkoreksi 3,28%, turun menjadi Rp 12.191 triliun dari Rp 12.604 triliun pada pekan sebelumnya.
“Rata-rata frekuensi transaksi harian bursa juga turun 12,71% menjadi 1,08 juta kali transaksi dari 1,24 juta kali transaksi pada pekan lalu,” tulis Aulia dalam keterangan resmi, Jumat (20/12).
Kepala Divisi Riset BEI Verdi Ikhwan menyatakan, hingga kini BEI belum menerima informasi resmi mengenai kenaikan tarif PPN menjadi 12%. Verdi mengingatkan, saat PPN naik dari 10% ke 11% pada 2022, kekhawatiran pasar sempat muncul, namun transaksi bursa tidak terpengaruh signifikan.
Ia pun optimistis kenaikan PPN ke 12% tidak akan mengganggu aktivitas transaksi, meski tetap perlu pemantauan lebih lanjut.
“Tentu kita berharap ini tidak akan berdampak signifikan sehingga menurunkan aktivitas transaksi dan minat investor di BEI,” kata Verdi dalam edukasi wartawan outlook 2025 secara virtual, Kamis (19/12).
Kenaikan PPN 12% Jadi Sentimen Negatif ke Rupiah
Kebijakan pemerintah yang ingin menaikan pajak pertambahan nilai atau PPN dari 11% menjadi 12% menuai respons negatif dari berbagai kalangan. Pengamat pasar uang Ariston Tjendra menilai, hal ini bisa menjadi sentimen negatif bagi pergerakan nilai tukar rupiah.
“Komentar negatif terhadap kebijakan kenaikan PPN yang berpotensi menurunkan daya beli masyarakat bisa menjadi sentimen negatif untuk pergerakan rupiah hari ini,” kata Ariston kepada Katadata.co.id, Senin (23/12).
Meski begitu, Ariston mengatakan terdapat peluang penguatan rupiah terhadap dolar AS hari ini. Ariston menjelaskan, indeks dolar AS bergerak pada pagi ini bergerak di bawah level pada akhir pekan lalu yaitu 107.80 versus 108.40.
Menurutnya, penurunan indeks dolar AS terjadi setelah data indikator inflasi AS yang dirilis pada Jumat pekan lalu. Core PCE Price indeks pada November 2024 secara bulanan tercatat di bawah kenaikan bulan sebelumnya yaitu 0,1% versus 0,3%.
“Reaksi dolar AS terhadap hasil data inflasi AS ini bisa berdampak pada penguatan rupiah hari ini. Potensi penguatan rupiah hari ini ke kisaran Rp 16.100 per dolar AS dengan potensi resisten di kisaran Rp 16.200 per dolar AS,” ujar Ariston.