Guncangan Pasar Saham RI di Era Depresi Hebat, Apa yang Terjadi?
Pasar saham di Indonesia tidak kebal terhadap guncangan global. Salah satu periode paling kelam terjadi pada masa Great Depression atau Depresi Hebat pada tahun 1929 hingga 1939, ketika perekonomian dunia mengalami kemerosotan terparah dalam sejarah modern. Perdagangan saham yang sempat membuncah di awal era 1920-an, berbalik arah.
Apa Itu Depresi Hebat?
Merujuk situs Britannica, great depression atau disebut juga sebagai krisis malaise merupakan peristiwa kemerosotan ekonomi terlama dan terparah yang dialami dunia sepanjang sejarah. Great depression pertama kali terjadi di Amerika Serikat, kemudian efeknya merambah ke negara-negara lain dalam jangka waktu yang berbeda-beda, termasuk Indonesia yang kala itu masih berstatus sebagai Hindia Belanda.
Krisis moneter ini bermula tak lama setelah AS mengalami lonjakan pertumbuhan ekonomi hingga kekayaan negara melonjak dua kali lipat. Namun pada tahun 1929, AS mulai mengalami resesi ringan dan terus memburuk hingga awal tahun 1933.
Penyebab resesi adalah lemahnya daya beli masyarakat sehingga stok barang banyak yang menumpuk. Selama periode tersebut, produksi industri AS anjlok 47%, sementara produk domestik bruto (PDB) riil menyusut 30%. Selain itu, tingkat pengangguran sempat menembus angka 20% yang melampaui titik tertinggi pada masa itu.
Ekonomi AS semakin jatuh karena sistem standar emas yang digunakan dunia saat itu. Sistem ini membuat nilai tukar mata uang berbagai negara terhubung secara ketat dengan harga emas, sehingga ketika ekonomi AS terguncang, efeknya menjalar cepat ke seluruh dunia.
Saat itu, harga saham jauh lebih tinggi dari nilai sebenarnya yang mengakibatkan kehancuran pasar saham yang berpusat di New York Stock Exchange di Wall Street di New York City.
Depresi Hebat Merembet: Dari AS, Inggris, hingga Indonesia
Di Inggris Raya, resesi terjadi di paruh kedua tahun 1920-an. Namun negara yang saat itu dipimpin oleh Raja George V tersebut baru benar-benar mengalami depresi hebat pada awal 1930. Produksi industri Inggris juga menurun sepertiga dari AS.
Di Prancis, depresi hebat berlangsung singkat pada awal tahun 1930-an. Negeri menara Eiffel tersebut mulai memasuki masa pemulihan tahun 1932 dan 1933. Namun, produksi industri dan harga-harga di Prancis kembali turun secara substansial antara tahun 1933 dan 1936.
Imbas fenomena ini adalah perubahan fundamental dalam lembaga-lembaga ekonomi, kebijakan ekonomi makro hingga perubahan teori ekonomi.
Tak jauh berbeda dengan negara lainnya, pasar modal Indonesia juga terpaksa gulung tikar akibat great depression. Padahal tiga tahun sebelum itu, bursa efek yang ada di Indonesia kala itu sedang mekar-mekarnya.
Menukil buku Pasar Modal Indonesia, Retrospeksi Lima Tahun Swastanisasi Bursa Efek Jakarta yang diterbitkan oleh Bursa Efek Jakarta, pasar modal Indonesia sebenarnya mengalami pemekaran pada era awal 1920-an. Pada tanggal 11 Januari 1925, bursa efek di Surabaya dibuka, yang ditandai dengan didirikannya Vereeniging voor de Effectenhandel te Soerabaja.
Bursa efek ini beranggotakan enam perusahaan makelar. Setelah itu, pada tanggal 1 Agustus 1925 dibuka pula bursa efek di Semarang dengan anggota Fa Dunlop & Kulf, Fa Gijselman & Steup, Fa Monod & Co., dan Fa PH Soeters & Co.
Ketika Perang Dunia II pecah, bursa efek di Negeri Belanda tidak aktif karena sebagian saham orang-orang Belanda dirampas oleh Jerman. Tutupnya pasar modal Belanda mempengaruhi bursa efek di Indonesia yang secara resmi ditutup pada tanggal 10 Mei 1940 tepat pada saat Jerman menduduki Belanda.
Ketika ditutup setelah 28 tahun beroperasi, bursa telah memiliki 250 jenis saham dengan nilai mencapai NIF 1,4 miliar atau sekitar Rp 7 triliun berdasarkan nilai beras tahun 1982.
Netherlands Indies Florin atau Netherlands Indies Guilder adalah gulden Hindia Belanda. Ini adalah mata uang yang digunakan di wilayah Indonesia sebelum kemerdekaan, khususnya saat masa kolonial Belanda.
Penutupan bursa efek itu sangat mengganggu likuiditas efek-efek. Saat itu, pemegang saham dan pedagang saham menjadi gelisah karena harus membayar gaji pegawai. Meski begitu, para pedagang saham memiliki tekad untuk kembali membuka pasar modal di Indonesia. Namun jika penutupan bursa telah berlangsung terlalu lama, maka pembukaan kembali bursa akan banyak mengalami kesulitan. Apalagi sumber daya manusia (SDM) di bursa efek sangat terbatas.
Setelah melalui berbagai pertemuan para direktur Economische Zaken, Handelsvereeniging dan Javasche Bank sepakat untuk membuka kembali bursa efek di Jakarta pada tanggal 23 Desember 1940. Dalih yang mereka gunakan adalah pecahnya PD II tidak membuat bursa efek di Paris ditutup sementara bursa efek di london hanya tutup beberapa hari. Namun bursa efek Jakarta yang baru dibuka tersebut kembali ditutup saat Jepang masuk ke Indonesia.