OJK: Jiwasraya Kesulitan Cut Loss dan Tambah Modal

Arief Kamaludin | Katadata
Penulis: Ihya Ulum Aldin
18/10/2018, 16.53 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan kesulitan likuiditas yang dialami PT Asuransi Jiwasraya (Persero) disebabkan perusahaan tidak bisa melakukan cut loss untuk membayar polis yang jatuh tempo. Perseroan juga kesulitan mendapatkan tambahan modal karena statusnya sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Kalau (investasi) dicairkan sekarang untuk bayar itu (polis), akibatnya cut loss kan? Kalau cut loss di perusahaan BUMN, nanti dituduh merugikan negara," kata Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non-Bank II Moch Ichsanuddin di Jakarta, Kamis (18/10). Kondisi ini berbeda dengan perusahaan asuransi swasta yang bisa saja mencairkan investasinya untuk membayar polis yang jatuh tempo meskipun kondisi pasar sedang turun.

Ketika membutuhkan likuiditas tambahan, Jiwasraya tidak bisa mendapatkan suntikan modal dari pemegang saham. Pasalnya, proses penyertaan modal pemerintah ke perusahaan BUMN membutuhkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Ini masalahnya karena Jiwasraya BUMN. Kalau swasta, saya suruh nambah modal," ujar Ichsan.

Dari sisi alokasi investasi yang dilakukan oleh Jiwasraya, OJK menilai tidak ada batasan yang dilanggar. Sekitar 75% dari investasi perusahaan ditempatkan pada instrumen pasar keuangan sedangkan sisanya ditempatkan di tanah dan properti. Dari porsi investasi di pasar keuangan, sebanyak 80%-nya ditempatnya di instrumen saham dan reksadana. "Nah dari sisi batasan, itu tidak ada yang dilanggar. Hanya isinya seperti apa, itu yang perlu didalami lagi," ujarnya.

Kejadian penundaan pembayaran polis jatuh tempo oleh Jiwasraya ini menjadi peringatan, bukan hanya bagi pelaku industri asuransi jiwa tetapi juga industri asuransi secara umum dan akuntan publik. Audit yang dilakukan oleh akuntan publik, harus sesuai dengan standard operating procedure (SOP) dan pedoman-pedoman yang ada.

(Baca: Empat Lembaga Negara Turun Tangan Atasi Masalah Likuiditas Jiwasraya)

Janji Imbal Hasil Tinggi

OJK juga mengimbau agar perusahaan asuransi tidak menjanjikan imbal hasil yang terlalu tinggi kepada nasabah. Hal itu akan berdampak pada sulitnya mereka memenuhi janji kepada pemegang polis.

Produk bancassurance tersebut merupakan produk yang ditawarkan di era manajemen yang lama. Ketika terjadi pergantian manajemen pada Januari 2018, terjadi perubahan kebijakan.

Ichsan mengatakan, OJK telah mengingatkan Jiwasraya sejak kuartal I 2018 mengenai polis yang akan jatuh tempo tersebut. Mayoritas produk bancassurance Jiwasraya adalah saving plan yang karakteristiknya mirip dengan deposito.

Sebelumnya, Menteri BUMN Rini M Soemarno mengatakan, pihaknya meminta Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit investigatif terhadap Jiwasraya. Sementara itu, manajemen Jiwasraya menawarkan dua opsi untuk menyelesaikan kewajibannya kepada para nasabah JS Proteksi Plan.

Direktur Utama Jiwasraya Asmawi Syam mengatakan, perusahaan membayar bunga sebesar Rp 96,58 miliar atas 1.286 polis yang jatuh tempo. Pembayaran pokok akan dilakukan bertahap bagi nasabah yang tidak menginginkan perpanjangan (roll over) polisnya. nasabah yang bersedia memperpanjang polis akan diberikan bunga dibayar di muka sebesar 7,49% per tahun. Untuk nasabah yang tidak ingin memperpanjang polis, diberikan bunga 5,75% per tahun.

"Sudah dilakukan negosiasi dengan pemegang polis. Kalau pemegang polis mau, tidak ada masalah lagi," kata Ichsan.

OJK memastikan tidak ada pengetatan yang akan dilakukan kepada produk asuransi yang dibalut produk perbankan alias bancassurance. OJK tidak ingin asuransi dan perbankan justru terkena efek negatif jika pengetatan dilakukan. "Jangan hanya karena kasus satu, terus dilakukan pengetatan-pengetatan," katanya.

(Baca: Bayar Bunga Jatuh Tempo Rp 96 Miliar, Jiwasraya Tawarkan Dua Opsi)

Reporter: Ihya Ulum Aldin